Wartacakrawala.com – Penyebaran COVID-19 sangat cepat serta dampak yang sangat parah khususnya di bidang ekonomi. Pandemi COVID-19 ini menjadi masa yang berat bagi UMKM Desa Branjang khususnya pembuat tempe yang harus bertahan di era pandemi saat ini.
Demi menjaga esistensi tempe, yang menjadi salah satu makanan pokok bagi masyarakat Desa Branjang. Pada saat COVID-19 menyerang produksi tempe warga Desa Branjang berkurang, mulai dari bahan, hingga pemasaran.
Dampak COVID-19 sangatlah memperhatinkan bagi pengrajin tempe di Desa Branjang yang saat ini menurun drastis. Tidak hanya COVID-19 menjadi dampak produksi tempe mengurang, naiknya kedelai juga menjadi salah satu faktor dalam mengurangnya produksi.
Sebelum COVID-19 menyerang harga kedelai di pasar hanya mencapai 6.500-7.000 saat ini mencapai 9.500 per kilogram. Tak hanya itu semenjak adanya COVID-19 menyerang, permintaan tempe yang biasanya mencapai 20 warung setiap harinya untuk saat ini berkurangnya mencapai 50-70%.
Baca juga: Tanggap Covid-19, KKN Mandiri Uin Walisongo Lakukan Penyemprotan Disinfektan
“Tempe menjadi makanan khas Indonesia sejak abad ke-12, hingga seluruh dunia mengenal bahwa tempe adalah makanan asli setempat oleh negara lain. Pengrajin tempe sebagai industri kecil rumahan yang berbasis halal telah mampu bertahan dan tetap dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dalam pemenuhan gizi seimbang, kami dari TIM KKN UIN WALISONGO hanya bisa membantu pembuatan serta mengantarkan pesanan tempe ke warung-warung, mulai dari pukul 06:30 sampai selesai,” ucap Aziz Sebagai Kordinator KKN, Senin (08/02).
Maisaroh merupakan pemilik usaha tempe kecil-kecilan didaerah Cemanggah Kidul, Desa Branjang. Usaha penjualan tempe dilakoni Maisaroh dan suaminya selama 25 tahun. Dia mengaku, pandemi saat ini mempengaruhi kelangsungan bisnisnya, karena penjualan tempenya mengalami penurunan secara drastis. Yang menjadi dampak dalam produksi tempe ini mengalami pengurangan yaitu dengan naiknya harga kedelai dipasaran.
“Semenjak COVID-19 ini menyerang, produksi tempe ditempat kami berkurang akan bahan-bahan dan permintaan pembeli yang juga berkurang. Permintaan pembeli berkurang karena sebagaian besar pembeli dari penjual gorengan masyarakat sekitar. Bahan-bahan yang mulai melonjak membuat kami mengurangi dalam pembuatan tempe, yang biasamya sebelum COVID-19 ini 1 karung kedelai tapi sekarang hanya 15kg saja. Alhamdulillah kami dapat bantuan tenaga dan juga pikiran dari tim KKN UIN WALISONGO sehingga mengurangi beban saya dalam produksi tempe,” ujar Maisaroh pemilik usaha tempe, Senin (08/02). (*)