Wartacakrawala.com – Sejumlah masalah yang dialami, membuat pihak BPJS mengeluarkan pernyataan akan mengurangi jumlah komposisi investasi pada instrumen saham dan reksa dana yang ada. Hal ini dilakukan guna menekan risiko penurunan harga di pasar yang disebut menjadi salah satu penyebab dari unrealized loss.
Hal ini disampaikan oleh Anggoro Eko Cahyo dalam rapat dengar pendapat yang dilakukan bersama Dewan Pengawas BPJS Keternagakerjaan dengan Komisi IX DPR pada hari Selasa, 30 Maret 2021 silam. Dalam kesempatan tersebut, Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan ini menyampaikan perihal kondisi keuangan terkini serta permasalah defisit program Jaminan Hari Tua atau yang dikenal dengan JHT.
Disebutkan pula bahwa rasio kecukupan dana program JHT per Februari 2021 sebesar 95,2%. Prosentase ini merupakan jumlah yang tetap dan masih berada di bawah angka 100% sejak Desember 2017 yang mendapatkan rasio hingga 101%.
Baca juga: Gelar Baksos, Arema Dewata Bantu Warga Terdampak Gempa Bumi
Hal ini rupanya berkaitan dengan adanya risiko pasar dari instrumen saham dan rekasa dana yang jumlahnya mencapai 23,8% dari nilai investasi JHT. Tidak heran jika hal ini membuat manajemen dari BPJS Ketenagakerjaan mencari sejumlah penyelesaian untuk menyesuaikan portofolio investasi yang ada.
Perubahan tersebut diharapkan mampu mengubah bobot instrumen saham dan reksa dana pada portofolio JHT semakin mengecil. Sayangnya, hal ini juga akan membuat fluktuasi indeks harga saham gabungan atau IHSG tehadap dana BPJS Ketenagakerjaan berkurang.
Sebagai informasi, komposisi BPJS Ketenagakerjaan sendiri berjumlah 15,9% per Januari 2021. Sedangkan jumlah reksadana sebesar 8,3%, obligasi sebesar 63,1%, deposito sebesar 12,2%, properti sebesar 0,4%, serta penyertaan langsung 0,1%. Sedangkan investasi saham tersebut berada di 34 emiten, yang terdiri dari 25 saham LQ45 dan sisanya saham yang pernah masuk indeks saat pembelian berlangsung.
Tidak hanya itu saja, pihak BPJS Ketenagakerjaan juga melakukan upaya lainnya. Salah satunya adalah dengan melakukan komunikasi secara intesif kepada para emiten yang sahamnya termasuk di dalam portofolio BPJS Ketenagakerjaan sekaligus yang berkaitan dengan unrealized loss.
Sesuai dengan IHPS II Periode Tahun 2020
Hal ini juga sejalan dengan langkah yang disarankan oleh pihak BPK. Dalam hasil IHPDS II untuk periode tahun 2020 yang baru saja dirilis, BPK menghimbau agar BPJS melakukan cut lodd terhadap sejumlah saham yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini dilakukan oleh BPK mengingat BPJS Ketenagakerjaan masih belum mampu mengelola investasi yang ada selama ini. Apalagi saat ii BPJS Ketenagakerjaan juga telah kehilangan kesempatan dalam mendapatkan hasil pengembangan dana secara optimal.
“BPK merekomendasikan BPJS Ketenagakerjaan agar mempertimbangkan untuk melakukan take profit atau cut loss saham-saham yang tidak ditransaksikan,” salah satu isi dalam IHPS II periode tahun 2020.
Kendati demikian, sejumlah saham yang dimiliki oleh BPJS Ketenagakerjaan dinilai masih memiliki prospek untuk beberapa tahun ke depan. Khususnya saham di sektor perkebunan seperti PT Salim Invomas Pratama Tbk., PT PP London Sumatera Indonesia Tbk., an juga Astra Agro Letari Tbk.
Baca juga: KPK Perlu Belajar dari ICAC Hong Kong
Tak hanya saham di sektor perkebunan, Reza Priyambada selaku Analisis Senior CSA Research Institute juga menambahkan saham lain yang bisa memberikan keuntungan bagi BPJS Ketenagakerjaan adalah PT Indo Tambangraya Megah Tbk.. Sektor yang bergerak di bidang pertambangan ini diprediksi mampu memberikan nilai lebih di masa depan.
Selain dua sektor tersebut, Reza juga menyarankan agar BPJS Ketenagakerjaan mempertimbangkan saham PT Krakatau Steel yang bergerak di bidang manufaktur. Kendati demikian, Reza ternyata juga memberikan himbauan kepada BPJS Ketenagakerjaan agar memberikan perhatian yang lebih pada saham PT Garuda Indonesia (Persero). Apalagi perusahaan satu ini juga tengah diisukan akan mengalami pailit. Selain itu, pemasukan dari maskapai penerbangan satu ini menurun drastis sejak pandemi covid-19 melanda Indonesia.
Langkah Tepat untuk Menanggapi Saran BPK
Terkait dengan hasil IHPS Ii untuk periode tahun 2020 yang dirilis oleh BPK mengenai saham BPJS Ketenagakerjaan, Presiden Jokowi pun meminta pihak-pihak terkait untuk segera melakukan tindakan.
Baca juga: Sekawan Pilar Indonesia Gelar Turnamen Esport Pra Piala Bupati Malang
Hal ini pun sejalan dengan pendapat Timboel Siregar selaku Koordinator Advokasi BPJS Watch yang menyatakan sudah menjadi keharusan seluruh lembaga terkait untuk menindaklanjuti temuan dan saran dari BPK. Apalagi mengingat peran BPK sebagai lembaga auditor negara. Ia juga menyebut bahwa temuan dan saran dari BPK ini sebagai salah satu bentuk tantangan terkait kondisi saat ini yang mengalami unrealized loss dalam investasi saham serta reksa dana.
Walaupun setuju dengan saran yang diberikan BPK kepada BPJS Ketenagakerjaan harus dilakukan sesuai dengan regulasi yang jelas agar tidak menimbulkan kerugian negara. Tidak hanya itu, jika saham yang ada pada nantinya makin merugi dan tidak bernilai, hal ini juga bisa menyeret pihak BPJS Ketenagakerjaan ke kasus tindak pidana.
*)Penulis : Erina Dwi Nuranisa, Mahasiswa Jurusan Akutansi Universitas Muhammadiyah Malang
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim