Wartacakrawala.com – Pembatalan Pemira UM ditandai dengan terbitnya Surat Keputusan Rektor Universitas Negeri Malang Nomor 30.12.199/UN32/KM/2020 tentang Penyelesaian Sengketa Pemilihan Umum Raya Universitas Negeri Malang tahun 2020. Hal ini menimbulkan sejumlah pertanyaan besar mulai dari kalangan KPU (Komisi Pemilihan Umum) hingga paslon yang sebelumnya terlibat dalam proses Pemira.
Pelaksanaan Pemira (Pemilihan Umum Raya) Universitas Negeri Malang (UM) tahun 2020 sejatinya sudah berlangsung pada, Selasa 15 Desember 2020 silam. Namun, ajang tahunan pemilihan Presiden Mahasiswa yang sudah memenangkan calon Presiden Mahasiswa nomor dua atas nama Hernanda Nur Prastian dan Indra Bagus Yudistira harus dibatalkan oleh pihak rektorat.
“Diduga ada ketidakterbukaan dari pihak rerktorat terhadap seluruh mahasiswa. Adapun pihak rektorat melalui keputusan tersebut menilai Pemira harus dibatalkan karena adanya sengketa yang belum terselesaikan,” ungkap Agung Kurniawan sebagai Ketua KPU, saat memberikan konfirmasi, Selasa (19/1).
Baca juga: Metode Bercerita Jadi Alternatif Pembelajaran Al Quran
Kronologinya berawal dari penolakan sejumlah DMF (Dewan Mahasiswa Fakultas) yang memberikan pernyataan keberatan terhadap pelaksanaan Pemira 2020. Pernyataan tersebut disampaikan oleh DMF FMIPA, DMF FT, DMF FIP, dan DMF IK saat pelaksanaan audiensi Rapat Dengar Pendapat DPM-KPU-PANWAS-DMF pada, Senin 14 Desember 2020.
Audiensi tersebut belum menemukan kesepakatan antara KPU, Panwas, DPM, dan DMF terkait pelaksanaan Pemira di tingkat Universitas. Persoalan tidak adanya keterkaitan UU Pemira yang digunakan masih menjadi sumber permasalahan yang dihadapi.
KPU tetap melaksanakan Pemira 2020 sesuai timeline Pemira dan menyelesaikan ketidak terkaitan UU pemira dengan peraturan rektor yang terkait. Setelah pelaksanaan Pemira selesai, pihak rektorat membatalkan Pemira UM melalui surat keputusan yang tertandatangani pada, 30 Desember 2021, dan disampaikan pada, 5 Januari 2021.
Baca juga: Gandeng PMI, Mahasiswa Gerakkan Donor Darah di Gunug Pati
“Rasionalisasi yang digunakan adalah penolakan Pemira masih bergulir dengan Surat Gugatan sejumlah perwakilan DMF kepada Majelis Kemahasiswaan tertanggal 17 Desember 2020,” tutur Agung.
Akan tetapi, pihaknya menilai keputusan tersebut tak seharusnya dikeluarkan oleh rektorat UM. Karena apa, saat audiensi pertama perwakilan dari Majelis Kemahasiswaan turut hadir dan menyetujui pelaksaan Pemira sesuai dengan tenggat waktu dari pihak rektorat.
Agung mengakui dirinya telah berusaha menjalin komunikasi dengan pihak rektorat mengenai keputusan pembatalan hasil Pemira tersebut.
Baca juga: Bersama Santri, Mahasiswa KKN UIN Walisongo Ikuti Mujahadah Bersama
“Tapi dari pihak rektorat belum memberikan klarifikasi mengenai keluhan yang kami sampaikan. Kami berharap hasil Pemira yang sudah disepakati tidak bisa dibatalkan begitu saja, menginggat tenggat pelaksanaan pemira sebelumnya sesuai dengan permintaan pihak rektorat kampus,” tandas Agung.
Hernanda dan Indra sebagai pihak yang dirugikan karena adanya SK Rektor UM menuturkan baik sebelum maupun saat surat keputusan itu diterbitkan, ia tak menerima pemberitahuan secara khusus meski telah terpilih sebagai calon yang sah. Saat dirinya mencoba menjalin komunikasi, masih belum didapatkan hasil yang maksimal serta keterbukaan dari sejumlah pihak. Hernanda merasa keluh kesahnya masih belum mendapatkan tanggapan atau rasionalisasi yang jelas.
“Saya selaku calon hanya melaksanakan proses Pemira yang ditetapkan dan tidak tahu menahu mengenai persoalan yang disengketakan,” ujarnya.
Baca juga: Kembali PSBB, Mahasiswa KKN UIN Walisongo Adakan Bimbingan Belajar Daring
Senada dengan Hernanda, pernyataan serupa juga datang dari calon senator terpilih yang juga harus mengikuti proses Pemira ulang.
“Seharusnya jika ada yang disengketakan muai sebelum pelaksanaan Pemira, pelaksanaan Pemira diundur sejak awal, dan bukan diteruskan apa lagi hasilnya dibatalkan begitu saja,” katanya.
Ia hanya menginginkan hasil Pemira tetap dilanjutkan dan pihaknya mendapat ruang untuk berdikusi bersama pihak rektorat terkait persoalan sengketa. (*)