Dampak Covid-19 terhadap UMKM dan Ketenagakerjaan

Avatar
A. Shokha Su'udil Farikhin, Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang
A. Shokha Su’udil Farikhin, Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang

Wartacakrawala.com – Tahun 2020 menjadi tahun yang paling menyakitkan sekaligus menyeramkan bagi negara di seluruh belahan dunia. Tidak ada satupun negara yang bisa lari dari Pandemi Covid-19. Virus yang menyerang sistem pernapasan ini telah mengubah 180 derajat kebiasaan hidup manusia. Mulai dari kesehatan,sosial masyarakat, pendidikan,dan perekonomian. Bahkan beberapa negara maju telah menghadapi jurang resesi.

Upaya Indonesia menghadapi pandemi ini selama beberapa bulan terakhir telah sering dikabarkan melalui berbagai media, dikutip dari Tribunnews.com 28/04/2021 lonjakan kasus pasien yang
terpapar virus corona telah mencapai angka lebih dari 1,5 juta jiwa. Jelas menjadi angka yang sangat mengkhawatirkan.

Jika dilihat hari ini manusia lebih banyak takut kehilangan mata pencahariannya daripada harus menjaga jarak atau tetap di rumah saja. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan tetap berpegang pada skenario sangat berat menuju angka perekonomian antara -0,4% sampai 2,3% sepanjang 2020.

Baru-baru ini, OECD merilis angka proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan laporannya, ekonomi nasional berada di antara -2,8% hingga -3,9%. Angka proyeksi itu tergantung dari skenario penyebaran COVID-19.

Sadar bahwa garis perekonomian UMKM terancam, banyak dari perusahaan- perusahaan besar yang menutup sebagian lapangan pekerjaan dan muncul berbagai macam PHK. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan(Kemnaker) per 7 April 2020, akibat pandemi Covid-19, tercatat sebanyak 39.977 perusahaan di sektor formal yang memilih merumahkan, dan melakukan PHK terhadap pekerjanya.

Total ada 1.010.579 orang pekerja yang terkena dampak ini. Rinciannya, 873.090 pekerja dari 17.224 perusahaan dirumahkan, sedangkan 137.489 pekerja di-PHK dari 22.753 perusahaan. Kebututuhan harus terus di penuhi tetapi corona tidak kunjung menghilang.

Keadaan yang amat pelik dirasakan banyak masyarakat Indonesia khususnya golongan menengah kebawah. Dana yang dialokasikan pemerintah untuk kartu prakerja tidak dapat membantu lebih lama lagi. Sejak corona pertama kali terdeteksi pada bulan Februari 2020 pemerintah hanya dapat membantu sebagian kebutuhan masyarakat saja terutama hanya wujud dalam bentuk bantuan bahan pokok dan uang.

Baca juga: Problematika Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Masyarakat Indonesia kebanyakan adalah para buruh dan karyawan swasta yang bekerja dengan upah sesuai UMR daerah. Ketika beberapa daerah mengalami pemetaan zona bahaya covid-19 ini jelas jelas akan menurunkan pendapatan daerah serta berdampak bagi seluruh pemegang perusahaan dan UMKM.

Contoh kecil yang dirasakan para pengusaha adalah pemutusan hak kerja kepada karyawannya, untuk menutupi kekurangan pendapatan banyak owner dari UMKM menyumbangkan upah untuk memberikan gaji para karyawannya karena menyeimbangkan antara bisnis yang harus terus berjalan di tengah pandemi covid-19. Tak ingin usahanya bangkrut seiring berjalannya waktu itu akan menjadi solusi disaat situasi sedang sulit seperti sekarang.

Layanan pesan-antar makanan online merupakan salah satu bisnis yang paling menguntungkan di tengah pandemi. Pandemi telah mengubah dinamika bisnis di seluruh industri dan pengiriman makanan online mendapat manfaat dari perubahan tersebut. “Survei kami menunjukkan bahwa 70 persen dari 450 responden lebih sering memesan makanan secara online daripada sebelumnya,” kata Analis CLSA Jonathan Mardjuki dalam laporan riset tersebut, Sabtu, 27 Februari 2021.

Dalam survei CLSA, layanan pesan-antar makanan online GoFood memiliki keunggulan dibandingkan pesaingnya. Bagian dari ekosistem Gojek itu unggul karena memiliki loyalitas pelanggan sedangkan Grabfood lebih banyak mengandalkan diskon untuk bisa bersaing.

Hasil survei itu juga mencatat, mayoritas orang atau mencapai 35 persen lebih
memilih GoFood sedangkan sebesar 20 persen lainnya yang memilih menggunakan Grabfood. Survei dilakukan terhadap 450 responden, mayoritas berasal dari Jabodetabek.

“Hanya ada dua pemain besar dalam bisnis pesan-antar makanan online di Indonesia: Go Food yang dimiliki oleh startup Gojek asal Indonesia dan Grabfood yang dimiliki oleh perusahaan rintisan asal Singapura yaitu Grab,” ungkapnya.

Survei dibagi ke berbagai segmen berdasarkan pendapatan bulanan, yaitu untuk golongan Rp4 juta-Rp6 juta, Rp7 juta-Rp10 juta, Rp11 juta-Rp20 juta dan di atas Rp20 juta. Hanya 10 persen responden berpenghasilan
di bawah Rp3 juta atau tidak memiliki penghasilan bulanan seperti pelajar atau mahasiswa.

Survei didasarkan pada tingkat pendapatan, preferensi merek mereka, keteraturan pemesanan makanan secara online, dan beberapa faktor lain.
Hasilnya, lebih banyak orang memilih GoFood, sedangkan 43 persen responden menggunakan kedua aplikasi.

“GoFood, menurut kami, memiliki pelanggan yang lebih setia, tiga keuntungan teratas dari penggunaan aplikasi adalah familiar dengan aplikasi, ketergantungan pada GoPay e-wallet dan ramah pengguna,” jelas dia.

Sementara Grabfood pada kondisi sebaliknya karena menurut hasil riset, sebesar 60 persen responden percaya diskon besar adalah keuntungan utama. Berdasarkan hasil survei ini, ia menilai bahwa pelanggan Gojek lebih loyal, sedangkan Grab mengandalkan komersialitas.

Dengan kekuatan brand yang dimiliki sebagai karya Indonesia, CLSA memperkirakan pangsa pasar Gojek akan terus naik mencapai 58 persen, sementara Grab hanya 42 persen. Tak hanya itu, angka pengguna aktif bulanan Gojek di perangkat android juga lebih tinggi dibandingkan dengan Grab.

“Berdasarkan survei, CLSA juga berpendapat bahwa pelanggan kini telah mengalihkan fok us pada aspek-aspek seperti kenyamanan aplikasi, ketimbang pengiriman yang lebih cepat atau tingkat pembatalan yang lebih rendah oleh pengemudi, seperti di masa- masa awal. Ini telah menjadi standar umum untuk platform online,” pungkasnya.

Kendati demikian, hasil studi tersebut menunjukan adanya pergeseran tren jasa yang akan dilakukan oleh driver ojol. Nantinya, mayoritas driver ojol akan lebih bergantung kepada jasa pengiriman makanan dan barang, ketimbang mengangkut penumpang.

Covid-19 hanyalah salah satu dari banyak ancaman yang akan kita hadapi ke depan, dari perubahan iklim hingga perang dunia maya dan pandemi yang berpotensi direkayasa secara biologis. Dalam beberapa dekade mendatang, kita menghadapi pilihan: antara membiarkan bencana mengarahkan dunia ke arah kontrol dan korupsi, atau demokrasi dan solidaritas. Jika kita melanjutkan dengan Refleks Menindas, bencana sebenarnya adalah, kita bergerak semakin dekat menuju dunia dengan rantai. (*)


*)Penulis : A. Shokha Su’udil Farikhin, Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com

*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum

*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim

Total
0
Shares
0 Share
0 Tweet
0 Pin it
0 Share
0 Share
0 Share
0 Share
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
Ilustrasi pemberantasan korupsi (foto:acch.kpk.go.id)

Problematika Pemberantasan Korupsi di Indonesia

Next Post
Ilustrasi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia

KPK Perlu Belajar dari ICAC Hong Kong

Related Posts
Total
0
Share