Wartacakrawala.com – Mahasiswa KKN Reguler Dari Rumah (RDR) angkatan 77 UIN Walisongo kelompok 140 menggelar webinar yang membahas tentang kesetaraan gender bertemakan “Patriarki = Stigma Kelam Yang Tidak Kunjung Hilang”, Selasa (19/10).
Webinar yang dilaksanakan melalui platform Zoom Meeting ini menghadirkan seorang aktivis kesetaraan gender, sekaligus founder dari Muda Bersuara, Dewi Avivah, S.Sos.
Webinar ini dilaksanakan mulai pukul 13.30-15.00 yang dikuti sekitar 45 lebih peserta terdiri dari mahasiswa & masyarakat umum, diadakannya acara ini bertujuan mengedukasi dan memperkuat pemahaman masyarakat terhadap kesetaraan gender.
Dosen pembimbing lapangan (DPL) kelompok 140, Widi Cahya Adi, M.Pd dalam sambutannya menjelaskan bahwa masih banyak masyarakat yang memiliki stigma bahwa perempuan tidak boleh jadi pemimpin, menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dan mendominasi baik dalam peran kepemimpinan.
Baca juga: Gelar Dies Natalis ke-67, UPI Makin Mantapkan Kontribusinya dalam Dunia Pendidikan
“Namun dalam kenyataanya banyak pemimpin hebat juga berasal dari sosok perempuan salah satu contohnya Khofifah Indarparawansa yang menjabat sebagai gubernur Jatim,” paparnya.
Sementara itu, Dewi Avivah selaku narasumber menegaskan bahwa sex dan gender adalah dua hal yang berbeda, dalam pengertiannya sex merupakan perbedaan biologis perempuan dan laki laki atau yang sering dikenal sebagai jenis kelamin.
“Suatu kodrat yang telah diberikan oleh yang maha kuasa dan harus disyukuri, sedangkan gender merupakan suatu konstruksi sosial dan juga karakteristik yang mencakup jenis kelamin atau sesuatu yang ditentukan berdasarkan jenis kelamin, dan identitas gender,” paparnya.
Dalam hal ini, katanya, (gender) bukan suatu kodrat yang mutlak, dari banyaknya ilmu yang didapatkan secara turun menurun menjadikan adanya pemahaman patriarki dan menjadi stigma kelam di masyarakat.
“Contoh bentuk patriarki misalnya dalam keluarga ayah pemilik otoritas tertinggi, dalam membuat keputusan yang di ajak untuk berdiskusi hanyalah ayah dengan kakak anak laki-lakinya sedangkan untuk ibu dan anak perempuan harus mengikuti keputusan akhirnya saja,” kata dewi.
Menurutnya hal tersebut merupakan salah satu bentuk-bentuk ketidakadilan gender (subordinasi), yang seringkali (perempuan) dianggap sebagai manusia kelas dua. sehingga dalam lingkaran organisasi, perempuan sering tidak diberikan kesempatan untuk mengambil suatu keputusan. (*)
Penulis: Risa Dhotus Zahroh, Anggota KKN 140