3. Tidak belajar memahami kegagalan
Banyak anak muda hanya menginginkan kemenangan dan keberhasilan, namun tak siap menghadapi kegagalan lebih dahulu.
Ini membuat mereka tidak melalui proses belajar alami untuk menghadapi kegagalan dan ketahanan.
Akibatnya, banyak generasi milenial sulit berdamai dengan peristiwa yang membuat stres, frustrasi, dan menghindari tuntutan agar tidak merasa kewalahan
4. Kurang waktu dengan keluarga
Banyak dari generasi milenial yang sudah menikah menghadapi tuntutan ekonomi sehingga keduanya memilih untuk sama-sama bekerja.
Hal ini memang tidak salah. Yang menjadi masalah adalah biasanya keduanya terlalu sibuk sehingga tidak memiliki banyak waktu dengan keluarga.
5. Jadwal kerja yang tidak jelas
Banyak generasi milenial tak punya waktu kerja yang pasti, bahkan ada yang bekerja pada akhir pekan dan hari libur.
Hal ini ikut menjadi faktor yang menjadikan mereka rentan stres dan mengidap berbagai penyakit fisik lainnya.
Meski rentan terhadap banyak penyakit, survei BCBSA menemukan bahwa sepertiga dari milenial tidak memiliki proteksi kesehatan primer.
Selain itu, sebagian besar generasi milenial hanya mengunjungi dokter ketika mereka sakit atau ada sesuatu yang rusak.
Lantas, bagaimana milenial harus menyikapi kondisi ini?
Dr. Vincent Nelson, wakil presiden urusan medis untuk BCBSA mengatakan hal terbaik yang dapat dilakukan kaum milenial adalah melakukan tindakan pencegahan, melakukan perawatan rutin untuk kesehatan mereka, dan mencari bantuan profesional sehingga mereka mendapat diagnosis dan pengobatan yang tepat sebelum kondisi menjadi lebih parah.
“Milenial akan terdampak tidak hanya pada kesehatan mereka saat ini, tetapi juga kesehatan jangka panjang jika tidak mencari perawatan pencegahan. Saya akan mendorong semua milenial untuk mencari dan secara teratur berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan primer jika mereka belum melakukannya,” kata Nelson.