Wartacakrawala.com – Karya jurnalistik pada dasarnya merupakan karya tulis buatan jurnalis atau wartawan, dimana karyanya tersebut dimuat dalam media cetak maupun media elektronik. Karya jurnalistik sudah pasti dibuat oleh setiap orang yang berprofesi sebagai jurnalis atau wartawan, dan setiap wartawan atau jurnalis sudah bisa dipastikan bahwa setiap personalnya memiliki keahlian di bidang tersebut.
Selain itu, setiap jurnalis atau wartawan yang sudah professional dalam karirnya atau dalam pekerjaannya juga bisa dibilang memiliki tanggungjawab yang terikat kode etik dengan pekerjaannya juga memiliki keterikatan dengan hukum pers dalam setiap pekerjaannya.
Namun apa yang akan terjadi jika orang yang biasa menyusun setiap informasi yang biasa kita nikmati setiap harinya menjadi sasaran dari tindak laku kekerasan dari pihak tak dikenal?
Seperti kasus terhadap seorang wartawan berinisial FL yang merupakan seorang jurnalis dari suatu media online di Kupang, Nusa Tenggara Timur. FL, yang juga merupakan seorang pimpinan redaksi dari media online Suaraflobamor, pada selasa 25 April 2022 menjadi korban aniaya oleh sejumlah oknum yang tidak dikenal di wilayah seputar kelurahan Naikolan, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.
FL mengalami luka di bagian hidung, pelipis dan bengkak di bagian kepalan, hingga akibat dari luka yang diterimanya ia harus dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Titus Uly Kota Kupang.
Baca juga: Penganiayaan Wartawan Fabian Latuan Usai Meliput Temuan BPK di PT Flobamor
Kabar ini sampai terdengar oleh Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kota Kupang, Marthen Bana yang menyebutkan bahwa perlakuan kekerasan yang ditujukan kepada jurnalis berinisial FL ini merupaka suatu bentuk pelanggaran juga termasuk pencorengan terhadap kebebasan pers sesuai dengan UU Nomor 44 tahun 1999, sehingga Ketua AJI Kupang segera menyatakan pengecamannya terhadap peristiwa kekerasan ini dan meminta kepada pihak berwenang untuk segera mengusut kasus kekerasan ini dan segera menangkap pelaku kekerasan terhadap jurnalis inisial FL.
Bahkan Ketua AJI menyebutkan pernyataannya dalam pers kemarin bahwa apabila kekerasan ini didasari oleh suatu pemberitaan atau aktivitas jurnalisme, maka sudah sebaiknya pelaku nanti di hukum sesuai dengan mekanisme yang ada di UU Pers.
Namun, Ketua AJI Kupang tetap mengedepankan prosedural yang berlaku juga mengajak untuk mengusut kronologis dari awalnya, agar dapat menemukan benang merah dari peristiwa kekerasan ini.
Dari penjelasan kasus diatas bisa kita tarik garis utama, bahwa titik utama permasalahan ada di kekerasan yang dilakukan suatu oknum terhadap jurnalis Suaraflobamor, FL, tetapi tidak bisa kita pahami alasan utama dari kekerasan tersebut.
Munculnya kekerasan ini bisa jadi bahwa oknum pelaku kekerasan tersebut tidak suka atau merasa bahwa pemberitaan dari seorang jurnalis berinisial FL ini menyinggung dirinya atau kelompoknya, pun bisa jadi menyinggung seseorang di kelompoknya. Namun, belum ada kejelasan dari alasan utama tindak kekerasan ini, karena kejadian ini bisa dibilang baru saja terjadi dan masih dalam proses pengusutan pelaku oleh pihak kepolisian setempat.
Kasus ini juga diangkat di media sebagai bentuk pencegahan untuk masa-masa yang akan datang agar tidak ada lagi jurnalis-jurnalis yang menjadi sasaran kekerasan bahkan sasaran teroris jika yang terjadi sangat parah. Karena pada dasarnya mereka hanyalah penyambung keresahan, atau juga mereka bisa dibilang seseorang yang mengejar suatu peristiwa yang bisa diangkat sebagai suatu karya jurnalistik, yang dimana setiap karyanya akan dinikmati oleh masyarakat untuk mendapatkan informasi yang aktual.