Wartacakrawala.com – “Kalau kau sungguh-sungguh menginginkan sesuatu, seisi jagat raya pasti akan bersatu padu untuk membantumu”, begitulah salah satu kutipan dalam novel karya Paulo Coelho yang berjudul The Alchemist atau sang alkemis.
Hebatnya novel ini telah di terjemahkan dalam 56 bahasa. Berdasarkan kenyataan tersebut, kelas XII jurusan ilmu budaya & bahasa SMA An Nur Bululawang kemudian menjatuhkan pilihanya pada buku dari penulis berkebangsaan Brazil itu untuk di bedah pada kamis, (30/11/2022).
Uniknya para pembedah justru berasal dari perwakilan anak-anak kelas bahasa yaitu XII IBB 3 & XII IBB 4. Dalam prosesnya para pembedah masing-masing kelas mempersiapkan beberapa argumen dengan metode analisis yang berbeda. Diskusi berjalan menarik dan sengit dengan sudut pandang yang segar.
Amaludin Choiri selaku guru bahasa Indonesia peminatan mengungkapkan alasan dibalik keberadaan acara bedah buku tersebut, menurutnya bedah buku memang telah menjadi program literasi dari jurusan bahasa dimana tujuanya untuk mengkaji karya sastra seperti novel, cerpen, puisi dan lainya. Selain itu kegiatan bedah buku memang menjadi salah satu tuntutan materi bahasa peminatan.
“Hari ini kami ingin memperkenalkan sastra dunia salah satunya lewat karya Paulo Coelho. Biasanya bedah buku dilakukan dengan pakar atau pembandingnya seperti guru namun kami sadar jika terjadi demikian maka interpretasi selesai. Tidak akan muncul perdebatan. Anak-anak hanya akan menjadi penonton dan notulen. Maka dari itu, di acara bedah buku ini saya menugaskan anak-anak untuk menjadi pembedah. Di luar dugaan anak-anak tampil mengesankan, terjadi perdebatan yang alot dan sengit. Anak-anak sukses mengupas sang alkemis dengan perspektif yang beda dan baru,” jelasnya.
Baca juga: Globalisasi dan Kabut Asap di Indonesia
Terkait novel yang di pilih, Choiri sapaan akrabnya, bertutur jika sang alkemis sangat cocok di bedah di kalangan pelajar SMA mengingat sekarang banyak anak-anak mengalami disorientasi mimpi. Buku sang alkemis menghadirkan kisah yang sederhana namun kaya makna dan kebijaksanaan.
Lewat karakter tokoh Santiago yang juga anak muda, mereka dapat mengambil hikmah bahwa suatu mimpi harus di capai dengan perencanaan matang dan pengorbanan. Walau begitu memilih novel dari penulis asing dan terjemahan bukan perkara mudah anak-anak menganggap novelnya sangat berat untuk di bedah.
“Sempat ada keraguan di benak anak-anak hal ini disebabkann kurangnya pengetahuan mereka terhadap latar belakang Andalusia Spanyol,Tunisia, Tarifa, dan Piramida sebagai latar cerita. Sedangkan anak-anak di tuntut untuk masuk ke dalam kehidupan masyarakat di luar kita. Nah ini menjadi suatu keberatan. Awalnya anak-anak bertanya kenapa nggak novel dari penulis lokal aja pak seperti Ahmad Tohari, Eka Kurniawan atau bahkan Tere Liye. Tapi menurut saya kalau bisa melangkah besar kenapa harus melangkah kecil,” imbuhnya.
Terakhir, pembina osis putra SMA An Nur itu berharap bahwa kegiatan bedah buku ataupun kegiatan serupa bisa menjadi budaya yang terus di jalankan. Kegiatan bedah buku juga tidak hanya dilakukan oleh anak bahasa tapi juga oleh jurusan lain. Mengingat wawasan yang didapatkan dari kegiatan bedah buku sangat luas dan universal.