Wartacakrawala.com – Beberapa waktu lalu, NU telah berusia 95 tahun. Riwayat yang tidak belia lagi untuk berdirinya sebuah organisasi kemasyarakatan berbasis agama. Dalam rekam perjalanannya, NU berperan penting mempertahankan ideologi pancasila, hingga detik ini. Berbagai ancaman internal maupun eksternal yang hendak merusak negara, NU turut berpartisipasi menghalau.
Pada masa transisi, dari orde baru menuju reformasi kiprah NU cukup besar. Saat itu, NU secara terang terang mengupayakan kemaslahatan umat menuju tatanan sosial, politik, dan kemanusiaan yang baru. Rekam jejak NU membuktikan secara jelas bahwa hubungan keislaman (Ukhuwah Islamiyah), hubungan kenegaraan (Ukhuwah Wathaniyah), dan hubungan antar sesama manusia (Ukhuwah insaniyah) terus terjaga secara konsisten.
Bertepatan pada tanggal 30 Januari 2021, M Hasanuddin Wahid menuliskan opini refleksi harlah NU ke 95, dakwah digital dan kemandirian ekonomi. Baginya di kondisi covid 19, NU masih terus konsisten mengawal bangsa dengan beberapa terobosan baru. Selain menjadi garda terdepan menyelamatkan kesehatan masyarakat, paling tidak ada dua pekerjaan rumah (PR) besar yang harus dilakukan NU untuk makin meneguhkan khidmat dan komitmen kebangsaan. Yaitu melakukan inovasi dakwah digital dan mempercepat kemandirian ekonomi, tulis Hasanuddin Wahid.
Usia NU yang ke 95, refleksi untuk kader muda juga perlu diupayakan. Memang, harusnya tulisan ini lahir saat harlah PMII. Tetapi momentum ini dirasa lebih sakral, sebab akan bermakna jamak. Para pemuda NU (Red. PMII) seperti yang dituliskan Hasanuddin Wahid, juga harus mampu beradaptasi dengan berbagai tantangan yang ada. Revolusi industri 4.0 , society 5.0 , dan bonus demografi perlu disambut dengan langkah konstruktif, futuristik dengan jalan pikir kritis transformatif
Pertama, langkah konstruktif mesti dimulai dengan pemahaman kondisi zaman. Perubahan yang terjadi mulai dari teknologi dan pengetahuan, meluasnya intervensi investasi, hingga proses meluasnya dan penciptaan budaya. Langkah konstruktif yang mesti diambil dengan pembaharuan gaya kaderisasi. Upaya NU dengan memperhatikan sesuatu yang baik, dan membuang sesuatu yang buruk dimaknai sebagai langkah guna mentransformasikan ke dalam batang tubuh kader muda NU.
Baca juga: Wajah Demokrasi Kampus di Masa Pandemi
Masih banyak ditemui, belakangan ini kader muda NU yang gelagapan teknologi. Ini perlu segera terupgrade, agar tidak ketinggalan. Sebagai gembong mayoritas di Jawa Timur, kader muda NU dengan gelombang besar hanya akan menjadi beban bila tidak adaptif dengan zaman. Indikator ini terutama dapat tercermin dari pemahaman teknologi untuk setiap kader. Tidak salah ketika dalam proses rekrutmen awal beberapa materi yang sudah mulai lapuk seiring perkembangan media, dilakukan penyegaran agar bisa sesuai pada kebutuhan.
Tantang selanjutnya, kredibilitas upaya agar kader muda NU (khususnya insan pergerakan, atau bisa juga bermakna jamak dan luas) terus meningkatkan kredibilitas. Sudah bukan jamannya lagi realitas miris “aktivis lulus tidak tepat waktu, aktivis berpenampilan acak acakan, atau aktivis yang ngopinya kurang jauh,”. Belakangan harus disadari bahwa style is attitude , penampakan luar seseorang berpengaruh besar pada penampilan. Namun, kredibel bukan hanya soal tampilan gaya berpakaian, sebab juga meliputi tampilan pemikiran utuh, pemahaman akan geopolitik dan geostrategi nasional maupun global.
Gerakan kader muda NU jika dulu terkesan tegang, maka sudah layaknya bersikap lentur dan adaptif. Jargon pengawal bagi masyarakat tertindas, dan garda terdepan dalam kemajuan bangsa bisa menjadi narasi utama sejak awal. Bahkan dari prediksi bersumber dari laman kominfo.go.id pada kurun waktu 2030 hingga 2040 Indonesia akan mengalami bonus demografi. Dimana kondisi penduduk dengan usia produktif (15 – 60 tahun) lebih besar jumlahnya dibanding penduduk non produktif (di atas 65 tahun). Bonus demografi, akan menjadi beban demografi jika kondisi sumber daya manusia yang ada tidak termanfaatkan secara baik.
Oleh karena itu tantang yang dihadapi selanjutnya bagaimana mengkomparasikan segala aspek keagamaan, bernegara, dengan kadar yang pas dan porsi sesuai. Misalnya pada beberapa hal yang paling fundamental, mulai dari pendidikan, lingkungan, hingga berujung pada pembangunan. Sejauh ini, NU telah memiliki Fikih lingkungan, unsur yang mengkomparasikan teologi guna mengatur hubungan antar manusia dengan lingkungan. Piranti pendidikan menyasar penguatan kembali sendi ke NU an dimana ada unsur kebangsaan, ekonomi kerakyatan, anti korupsi, sosial budaya, hingga khazanah keilmuan yang luas. Untuk urusan pendidikan model dan metode yang dimiliki NU sejauh ini sangatlah fantastis, bisa dilihat dari model pendidikan pesantren dan metode yang digunakan di dalamnya, hanya tinggal bagaimana kader muda NU mampu membawa ke arah yang lebih baik lagi.
Keberhasilan ini bergantung besar pada kompetensi keilmuan kader muda NU, ilmu pengetahuan yang dimiliki, sikap, motivasi, hingga tingkah laku. Pada intinya, tidak hanya cerdas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi juga pandai beriman bertaqwa kepada Allah SWT. Jika dipikir lagi, kader muda NU di bawah naungan Nahdlatul Ulama sungguh memiliki kompleksitas, dan khazanah keilmuan yang luas. Saat ini dengan berbagai tantangan yang ada hanya perlu adaptif, bersikap global, dan terbuka atas segala perubahan dengan filtrasi. Barangkali, tulisan ini sangat utopia, seperti mimpi yang tidak dibarengi dengan langkah, jawabannya adalah pada pelaksanaan. Utopia ini berasal dari dalam pikiran, seperti halnya kader muda NU memang harus berkualitas sejak dalam pikiran, apalagi perbuatan.
*)Penulis: Muhammad Afnani Alifian seorang mahasiswa biasa yang masih membiasakan diri untuk terus bahagia dengan menulis.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim