Wartacakrawala.com – Berita duka menyoroti kota Batu, tempat dataran tinggi yang terletak di daerah Malang Raya itu kini harus mendera bencana banjir. Luapan dari sungai Brantas kota Malang mengakibatkan beberapa daerah di kota Batu harus merasakan Banjir.
Menanggapi hal tersebut Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada beberapa media menjelaskan jika penyebab bencana banjir bandang yang melanda Kota Batu, Provinsi Jawa Timur itu karena intensitas hujan yang tinggi. Dari analisis cuaca BMKG, banjir bandang yang terjadi di Kota Batu terjadi akibat adanya curah hujan yang termasuk dalam kategori ekstrem. Namun, benarkah penyebab utamanya hanya hujan semata?
Permasalahan pelik lingkungan memang jadi hal yang perlu kepedulian semua pihak belakangan ini. Tidak hanya Indonesia saja, dunia internasional turut perhatian pada masalah lingkungan terutama akan terjadi perubahan iklim. Misalnya saja, sebuah video viral tentang Dinosaurus yang berpidato pada manusia atas kepunahannya beberapa abad lalu. Tentu, jika manusia tidak perhatian pada lingkungannya, seperti halnya dinosaurus peradaban akan punah.
Pengaruh dari perubahan iklim yang dirasakan di Indonesia (lokal) antara lain terhadap sebagaimana keterangan BMKG dapat berupa beberapa hal. Misalnya dengan terjadinya pergeseran musim, perubahan pola hujan dan naiknya suhu rata-rata daerah tropis mengakibatkan petani sulit menentukan musim tanam dan mengelola lahan selain itu ancaman bencana banjir, kekeringan dan angin puting.
Baca juga: Sampahmu, Tanggung Jawabmu!
Penyebab utama dari kerusakan lingkungan adalah sampah. Sebagaimana dilansir dari mongabay.co.id pada 26 September tahun 2020 Para peneliti muda yang tergabung dalam Environmental Green Society meneliti air Sungai Brantas di tiga titik: Bumiaji Kota Batu, Sengkaling Kabupaten Malang dan Klojen, Kota Malang. Hasilnya, kualitas Sungai Brantas buruk, air terkontaminasi mikroplastik.
Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menilai, Sungai Brantas darurat mikroplastik. Kalau tak segera ditangani bakal makin parah. Prigi Arisandi, Direktur Eksekutif Ecoton, menuntut pemerintah bertanggungjawab menangani pencemaran di Sungai Brantas.
Bukan hanya itu Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas Kelurahan Muharto Kota Malang pun terdapat aneka jenis sampah menumpuk di sudut sungai. Terutama, kemasan plastik sekali pakai yang diproduksi produsen makanan, minuman, dan shampo.
Pada tahun 2021, manusia akhirnya menuai ulah yang telah dilakukan selama hampir satu tahun. DAS yang meluap akibat intensitas hujan tinggi, sementara sampah jadi penghalau akan lajunya air. Akibat dari itu banjir bandang pun terjadi di beberapa daerah kota Malang.
Persoalan sampah tidak hanya menjadi urusan masyarakat perkotaan. Kini juga telah merambah ke wilayah pegunungan dan hutan. Hal ini tidak lepas dari peran wisatawan atau pengunjung yang masih membuang sampah sembarangan.
Nyatanya sampah juga merambah ke daerah pegunungan, hutan, bahkan daerah pantai tempat ikan berkehidupan. Sampah yang dibiarkan terbuang begitu saja memang seringkali terlupa dari penglihatan. Manusia pun seolah tidak sadar akan bahaya jangka panjang dari sampah.
Hutan sebagai tempat habitat makhluk hidup jika terdapat banyak sampah maka akan mudah terjadinya kebakaran hutan. Hal ini sebagaimana yang pernah terjadi di Kalimantan, juga di India pada kurun waktu 90an.
Kebakaran hutan terang mengancam hutan di Jawa Timur pula. Mengingat Jawa Timur merupakan daerah dengan cakupan hutan yang cukup luas. Misalnya hutan Baluran di Banyuwangi yang beberapa waktu diberitakan juga terdapat banyak sampah.
Jika kepedulian pada lingkungan tidak kunjung mendapat perhatian, terutama dari dinas terkait di Jawa Timur. Ancaman bencana mungkin tidak hanya terjadi di Kota Batu dan Malang Raya saja, seluruh Jawa Timur pun punya ancaman serupa. Terutama daerah yang berada di dekat DAS atau daerah yang berdekatan dengan hutan.
Pengaruh dari dampak perubahan iklim sudah terjadi dan dirasakan di seluruh penjuru bumi termasuk di Jawa Timur. Sehingga hal ini terang mengancam kehidupan masyarakat. Untuk itu perlunya upaya-upaya untuk pencegahan dan pengurangan serta penyesuaian dalam menghadapi perubahan iklim yang dilakukan secara bersama-sama baik antar masyarakat umum, swasta, LSM, maupun pemerintah dengan segera mungkin.
Baca juga: Problematika Pembelajaran Daring di Tengah Pandemi
Berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan mencegah bertambahnya dampak dari perubahan iklim dengan mengurangi aktivitas yang bisa menghasilkan sampah plastik. Sebab sampah plastik merupakan komponen paling merusak pada lingkungan, terutama sampah plastik sekali pakai.
Selain itu, guna mendukung rutinitas harian demi pencegahan dari perubahan iklim bisa misalnya dengan mengurangi penggunaan kendaraan yang menggunakan BBM, tidak membakar sampah, hemat listrik dan industri ramah lingkungan.
Adapun upaya dalam menyesuaikan dan meningkatkan ketahanan untuk menghadapi perubahan iklim misalnya dengan mengembangkan pengelolaan sampah yang benar, memperbanyak menanam pohon, konservasi mangrove juga dari segi pemanfaatan energi yang terbarukan (tenaga air, angin, matahari, panas bumi dan bio-energi).
Pada akhirnya, dengan upaya menjaga lingkungan yang dilakukan bersama-sama maka dapat meningkatkan daya dukung lingkungan. Jawa Timur sebagai daerah dengan ancaman bencana cukup tinggi di Indonesia pun bisa menghindari bencana dari dampak perubahan iklim, sehingga tercapai stabilitas ekonomi dan sosial secara berkelanjutan. (*)
*)Penulis : Ahmad Faruuq, Koordinator BEM Nusantara Jawa Timur, Mahasiswa Administrasi Publik Unisma Malang
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim