Wartacakrawala.com – Berbicara mengenai kasus korupsi di Indonesia seakan tidak pernah ada habisnya. Korupsi seperti sudah berdialektik dengan budaya itu sendiri, adanya garis transparan yang seolah memisah antar keduanya tapi saling menyatukan. Ada yang menganggap segala bentuk korupsi sebagai kebiasaan yang perlu di berantas dan ada yang menganggap tidak semua bentuk korupsi bersifat negatif. Kenapa bisa begitu?.
Disinilah sifat kritis kita diuji, ada beberapa masyarakat di Indonesia berfikir tindakan mereka sebagai korupsi yang bermanfaat bagi kehidupan, seperti contoh kasus ; Seorang pedagang bakso yang menyampur olahan baksonya dengan daging ayam yang harusnya 100% itu daging sapi, bukan karena pedagang ingin melakukan korupsi, tapi karena dengan hal itu baksonya lebih enak dan laku juga tidak merugikan pelanggan.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa memang korupsi mengajak kita semakin berfikir kritis, karena kata “Korupsi” sendiri di Indonesia seakan menjadi budaya itu sendiri yang bisa di kelola menjadi dua arah tujuan, yang pertama sebagai pembantu kehidupan tanpa merugikan orang lain, dan yang ke dua sebagai keuntungan diri sendiri.
Fenomena korupsi sekarang sangat memberikan andil besar terhadap roda pembangunan suatu negara, yang mana banyak rezim penguasa di Indonesia yang menyalahgunakan kepolosan intelektual masyarakatnya . Bahasa kasarnya masyarakat di paksa menjadi pembantu di negeri sendiri yang notabennya Indonesia adalah negara demokrasi “Dari Rakyat Oleh Rakyat Untuk Rakyat”.
Baca juga: Ketidakseriusan Penanganan Kasus Korupsi, Haruskah Kita Tetap Diam Saja?
Banyak petinggi yang terjerat kasus korupsi dan lucunya hukum yang di kenakan sangatlah menggelitik. Semakin berpengaruh pelaku, semakin banyak diskon hukuman yang di berikan karena aparat hukum pun sebagai koleganya. Fenomena ini menggambarkan betapa kejamnya dan mirisnya seorang yang di berpacaya karena intelektualnya malah berbalik arah membodohi rakyat mereka sendiri.
Melihat realitas diatas bisa kita artikan bahwa perlu adanya perlawanan yang didukung dengan intelektual tingggi, karena lawannya pun orang yang pasti bependidikan tinggi yang tergiur akan fantasi dan keuntungan yang didapat. Punya pemikiran kritis,berani,dan mempunyai pendukung, menjadi kunci wajib apabila kita ingin memerangi dan menggulingkan para tikus-tikus negara.
Adanya KPK sebagai suara rakyat dalam pemberantasan korupsi pun malah semakin di mutilasi seperti pada kasus yaitu ;Penetapan RUU KUHP dan Revisi UU KPK pada September 2019 lalu sehingga memancing berbagai penolakan khususnya dari mahasiswa. Dan malah ada juga beberapa anggota KPK yang malah membelot dan berkoalisi dengan para koruptor. Salah satu dari tiga orang tersangka itu yakni penyidik KPK, Ajun Komisiaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Patujju yang di sampaikan oleh Ketua KPK Firli Bahuri melalui konferensi pers,pada Kamis (22/4/2021) pekan lalu. Anggota KPK yang mempunyai keberanian,kritis dalam menentang korupsi pun ikut menjadi sasaran para tikus negara, mulai dari penyiksaan secara fisik maupun non fisik.
Maka dari itu apabila berbicara mengenai cara pemberantasannya mungkin hanya waktu yang bisa menjawab, karena perlu perombakan dan perbaikan dari segala aspek serta lebih banyaknya pemikir kritis yang peduli dengan kesejahteraan masyarakat Indonesia dan urusan negara. (*)
*)Penulis : Ariyana Idris Zulkarnain, Mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim