Wartacakrawala.com – Baru-baru ini banyak terjadi hal-hal fenomenal yang melibatkan mahasiswa, terutama dalam hal ini berimplikasi dengan kritik-kritik konstruktif, untuk memberikan kontrol sekaligus preskripsi terhadap para oknum-oknum dalam birokrasi. Tentunya dalam implementasinya, terkadang anomali dengan ekspektasi yang diinginkan, karena terdapat beberapa liabilitas untuk menyuarakan kebenaran tersebut, berupa narasi ancaman atau pelarangan untuk berkumpul menyuarakan kritikan lewat demonstrasi.
Sekumpulan mahasiswa STKIP PGRI Sumenep yang terakumulasikan dalam Aliansi Mahasiswa Penyelamat Kampus (AMPK) berinisiatif melakukan demonstrasi untuk meminta pertanggung jawaban para oknum di dalam kampus atau kalau tidak ingin kita menyebutnya dengan sebutan kasar berupa mafia birokrasi kampus. Namun, nampaknya kabar untuk melakukan demonstrasi terdengar oleh beberapa pihak yang berdiam di dalam gedung kampus. Sehingga muncul banyak sekali narasi ancaman dalam upaya untuk menggalkan aksi demonstrasi tersebut.
Kalau kita melihat dalam perspektif hukum, tentunya ini merupakan sebuah tindak kriminalitas karena telah melanggar peraturan perundang-undangan. Di dalam pasal 28 dan pasal 28 E ayat (3) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berserikat dan berkumpul untuk menyuarakan pikiran baik secara lisan atau tulisan. Sepertinya beberapa oknum dalam kampus masih perlu dibina untuk memahami konstitusi di Indonesia karena mereka melakukan hal tersebut, mungkin karena ketidak tahuannya atau mungkin tahu tetapi tetap melanggar peraturan perundang-undangan tersebut. Padahal pada hakikatnya, para pengelola kampus digaji oleh mahasiswa. Akan tetapi, masih dengan lantangya mahasiswa dikekang dan tidak diberikan kebebasan untuk menyuarakan pikirannya, untuk memperjuangkan kebenaran.
Ralitanya pihak-pihak yang memiliki otoritas tidak akan pernah mau ataupun menerima gerakan-gerakan yang dapat mengancam kedudukan mereka dalam kursi empuknya. Tepatnya sehari sebelum melaksanakan aksi demonstrasi terhadap kampus STKIP PGRI Sumenep, mulai terdapat narasi-narasi ancaman yang ditujukan kepada setiap mahasiswa dengan menakut nakuti lewat media sosial. Bahwa apabila ikut serta berpartisipasi akan mendapatkan hukuman ataupun ancaman dari oknum tersebut.
Baca juga: Aliansi BEM Malang Raya Dukung Sikap Kritis BEM UI
Sebenarnya hal yang demikian merupakan sebuah bentuk tindak kriminalitas yang dapat dipidanakan sebab melanggar pasal 29 UU No. 19 Tahun 2016 tentang informasi transaksi elektronik (ITE) dengan pidana yang diatur dalam pasal 45 B dengan ancaman hukuman pidana 4 tahun atau sanksi sebesar Rp. 750.000.000. Dalam pasal 29 disebutkan bahwa apabila ada orang dengan sengaja mengirim informasi yang berisi ancaman atau untuk menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. Maka berhak untuk ditindak lanjuti dalam koridor hukum. Sejalan dengan itu, dalam perspektif hukum pidana yaitu dalam bab XXIII pasal 369 KUHP juga menyebutkan bahwa apabila ada ancamana baik lisan ataupun tulisan dapat dipidanakan dengan ancaman hukuman selama 4 tahun.
Sebenarnya ini merupakan sebuah kesalahan besar yang seharusnya tidak dilakukan, sebab persoalan tersebut sudah masuk dalam klasifikasi tindak kriminalitas yang dapat ditempuh melalui jalur hukum. Karena selain mengekang untuk menyuarakan kebebasan berpendapat juga menimbulkan rasa ketakutan terhadap korban yang diancam. Dalam perspektif HAM sebenarnya itu juga merupakan bentuk pelanggaran HAM sebab, berkumpul dan berserikat mengeluarkan pendapat adalah hak kodrati yang melekat pada setiap orang, sehingga apabila terdapat pelarangan, maka ini merupakan bentuk pelanggaran HAM. Dalam pasal 24 ayat (1) dan pasal 26 UU No. 39 Tahun 1999 tentan hak asasi manusia (HAM) menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat dimuka umum dalam upaya aksi damai. Selanjutnya juga dalam pasal 30 UU No. 39 Tahun 1999 yang berkaitan dengan HAM tersebut juga melarang adanya ancaman yang menganggu ketentraman setiap orang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu Maka tentunya aliansi mahasiswa yang terakumulasikan dalam (AMPK) tidak perlu gentar untuk melakukan demonstrasi, sebab secara konstitusonal sudah dilindungi oleh hukum.
Maka mahasiswa yang tergabung dalam (AMPK) harus tetap optimis, busungkan dada dalam memperjuangkan hak-hak mahasiwa, yang sudah banyak dicurangi oleh oknum-oknum di dalam kampus STKIP PGRI Sumenep. Ini sekaligus juga untuk mengonsolidasikan bahwa mahasiswa yang memiliki tanggung sebagai agen kontrol dalam realitas sosial harus berdiri dalam barisan paling depan untuk menegakkan kebenaran dan membongkar konspirasi-konspirasi yang merugikan banyak pihak terutama kebanyakan mahasiswa itu sendiri.
*)Penulis : Pena, Mahasiswa STKIP Sumenep
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim