Wartacakrawala.com – Mahasiswa KKN UIN Walisongo Semarang kelompok 57 mengadakan podcast mengenai peran walisongo.
Hal yang melatar belakangi diadakannya podcast ini adalah semakin terlupakannya peran walisongo dalam perkembangan pendidikan di Indonesia khususnya Pulau Jawa.
Podcast diadakan guna mengajak masyarakat untuk kembali mengingat peran Walisongo dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia khususnya di Pulau Jawa.
Tema yang diangkat dalam podcast ini adalah “Peran Walisongo dalam Pendidikan Islam”.
Melalui kegiatan podcast Kewalisongoan diharapkan dapat memberikan pengetahuan lebih bagi masyarakat mengenai pentingnya peran walisongo dalam perkembangan pendidikan di Indonesia.
Kegiatan podcast dilaksanakan di Pondok Pesantren Raudlatussuada yang bertempat di Desa Buaran, Kecamatan Bantarkawung, Kabupaten Brebes pada 27 Oktober 2021.
Narasumber pada kegiatan ini adalah Drs. KH. Hasbullah, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatussuada. Kegiatan ini dipandu oleh Mahasiswa KKN kelompok 57 yaitu Ismiyatun Laelatisyiami.
KH. Hasbullah menyampaikan, Walisongo adalah cendekia muslim yang memiliki kemampuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan agama. Walisongo memiliki semangat yang sangat tinggi dalam menyebarkan dan mengajarkan agama Islam di Indonesia khusunya di Pulau Jawa.
Sebutan wali diterapkan kepada walisongo karena memiliki tingkat ilmu dan akhlak yang sangat tinggi dan baik. Selain memiliki tingkat ilmu dan akhlak yang baik seorang wali juga memiliki ketaqwaan kepada Allah Swt yang sangat tinggi.
“Wali itu memiliki ketakwaan yang sangat tinggi kepada Allah Swt seperti pada Q.S Yunus ayat 63 yang memiliki arti wali adalah orang-orang yang beriman dan selalu bertakwa,” tutur KH. Hasbullah.
Baca juga: Mahasiswa KKN UIN Walisongo Gandeng UMKM Adakan Latihan Merajut bersama PKK
Proses penyebaran agama Islam oleh walisongo dimulai dengan mengamati dan mempelajari karakteristik masyarakat.
Penyebaran agama Islam dilakukan dengan halus, fleksibel dan tidak radikal tentunya. Walisongo menggunakan beberapa metode dakwah untuk menyebarkan agama Islam dikalangan masyarakat.
“Walisongo itu memiliki banyak kemampuan, seperti dapat mengobati orang sakit dan pintar dalam bidang seni. Kemampuan seperti itulah yang digunakan oleh Walisongo untuk berdakwah. Seperti sunan Kalijaga yang berdakwah dengan menggunakan kesenian wayang yang saat itu digemari oleh masyarakat, sehingga banyak masyarakat yang tertarik untuk mempelajari Islam,” lanjut KH. Hasbullah.
Selama proses penyebaran agama Islam, Walisongo juga turut andil dalam mengembangkan pendidikan Islam di Indonesia.
Seperti Sunan Gresik, ia adalah wali pertama yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa sekaligus pendiri pesantren pertama kali. Sunan gresik menjadikan pondok pesantren sebagai tempat untuk mengajarkan agama Islam bagi masyarakat.
Selain melalui metode kesenian dan pendidikan dalam berdakwah, walisongo juga menggunakan metode dakwah ‘bil lisan wa bil hal’ atau dakwah dengan seruan dan perbuatan.
Contoh dakwah dengan seruan dan peruatan adalah seperti yang dilakukan oleh Sunan Kudus. Sunan Kudus melarang berqurban menggunakan sapi, karena pada saat itu masih banyak masyarakat jawa yang memeluk agama Hindu.
Dalam agama Hindu sapi dilambangkan sebagai Ibu, dilambangkan juga sebagai sumber kemakmuran (bumi) dan ibu dari segala ternak.
Untuk menjaga perasaan masyarakat yang beragama Hindu maka Sunan Kudus tidak pernah berkurban menggunakan sapi.
Pada akhir podcast KH. Hasbullah menambahkan jika walisongo menyebarkan agama Islam itu disesuaikan dengan karakteristik masyarakat.
“Walisongo menyebarkan agama Islam itu secara luwes, lembut dan fleksibel, walisongo sangat memperhatikan karakteristik masyarakat. Seperti contoh walisongo mengajarkan sholat dengan menggunakan surat-surat yang pendek, supaya masyarakat dapat melaksanakan ibadah dengan tenang, tidak merasa bosan,” tutup KH. Hasbullah.