Wartacakrawala.com – Pendidikan merupakan tonggak kemajuan sebuah bangsa. Bangsa yang besar dapat dilihat dari tingkat keberhasilan pendidikannya.
Dalam gelaran pesta demokrasi pun demikian, haruslah dimaknai sebagai sarana pendidikan dan sarana untuk menentukan pilihan. Dari sanalah awal rakyat menganalisa dan memberikan suaranya untuk menentukan nasib bangsa ataupun daerahnya 5 tahun kedepan.
Dan perlu diketahui juga bahwa demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan yang dalam implementasi secara subtansinya ialah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya kedaulatan dalam sistem demokrasi ini ialah rakyat. Maka menjadi penting untuk kemudian pendidikan politik dijadikan sebagai bagian dari upaya untuk mensukseskan pesta demokrasi yang akan dilaksanakan disetiap daerah.
Baca: KPK: Masihkah Bertaji?
Muhammad Hatta pernah mengatakan bahwa Demokrasi tidak akan berjalan dengan baik apabila tingkat pendidikan suatu daerah itu tidak baik.
Sebagai salah satu negara besar di kawasan Asia dengan jumlah penduduk lebih dari 265 juta jiwa, Indonesia menjadi pilot project bagi negara-negara disekitarnya. Selain jumlah penduduk yang besar Indonesia juga sangat heterogen. Dilihat dari suku, adat istiadat, budaya, bahasa, kepercayaan, dan lain sebagainya. Dalam heterogenitasnya itu Indonesia dipandang kuat sebagai negara bangsa yang memiliki tingkat toleransi yang sangat tinggi.
Dengan jumlah penduduk yang sangat besar diatas tadi ada satu kelompok yang harus diberikan perhatian khusus. Yakni kelompok Milenial.
Kenapa Milenial ? Karena Milenial inilah yang nantinya akan melanjutkan tonggak estafet kepemimpinan bangsa Indonesia.
Milenial Menurut Proyeksi Penduduk Indonesia dari Badan Pusat Statistik (BPS) adalah mereka yang berusia 20-34 tahun.Laporan itu memperlihatkan bahwa kelompok usia tersebut setidaknya, akan menyumbang 23,95 persen dari total populasi Indonesia pada 2019 yang mencapai 265 juta jiwa. Artinya, hampir seperlima penduduk di Indonesia adalah kelompok milenial.
Jika dilihat dari karakteristiknya kelompok Milenial ini memiliki kecenderungan yang berbeda dengan kelompok lain.
Berdasarkan data dari Trans Media Sosial, karakteristik generasi Milenial yang paling mencolok adalah mereka sangat menguasai gawai, teknologi serta aktif dimedia sosial seperti Facebook, YouTube, Instragram, WhatsApp dan lain-lain. Data menyebutkan sekitar 80% generasi Milenial mengakses media sosial setiap hari, mereka biasanya mencari informasi mengenai liburan, hiburan, kuliner, agama, politik, olah raga dan lain sebagainya.
Eksistensi media massa, media sosial, media online atau dikenal luas dengan sebutan pers sejak kemerdekaan telah dijamin oleh konsititusi. Selama ini banyak orang memahami kemerdekaan yang dimaksudkan dalam Pembukaan UUD 1945 hanya dimaknai sebagai kemerdekaan kolektif bangsa. Padahal, tidak akan ada kemerdekaan kolektif tanpa ada kemerdekaan dan kebebasan individu, termasuk di dalamnya kebebasan menyampaikan pendapat melalui pers.
Kemerdekaan pers merupakan komitmen pertama di dalam UUD 1945. Jadi keliru bila ada yang menganggap pers tidak ada di dalam UUD 1945. Menurut Jimly Asshiddiqie, salah satu roh dari demokrasi adalah kebebasan bereksperesi dan hal itu dekat dengan kebebasan pers.
Media sosial atau pers merupakan bagian dari pilar keempat Demokrasi dan menjadi penopang pilar-pilar demokrasi lainnya seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif. Di saat pilar-pilar lainnya lumpuh, pers diharapkan tampil di depan untuk menyelamatkan tegaknya nilai-nilai demokrasi di sebuah negara. Meski di Indonesia pilar keempat tidak diakui resmi sebagai pilar negara, tetapi peran pers di republik ini justru sangat besar.
Bukan hanya menjalankan fungsi edukasi dan hiburan, pers juga berfungsi sebagai pengontrol kekuasaan serta sering menjadi pengawal perubahan-perubahan besar.
Karena merupakan bagian dari pilar demokrasi dan merupakan bagian yang digandrungi oleh kelompok Milenial maka pers atau media sosial bisa menjadi sarana yang efektif untuk dijadikan sebagai sarana pendidikan politik bagi generasi Milenial.
Bagi kelompok Milenial Indonesia, politik merupakan entitas yang kurang disukai, bahkan dibenci. Hal ini karena prilaku para politikus yang tidak konsisten, antara ucapan dan tindakan di lapangan berbeda. Politik kita terlalu banyak mempertontonkan konflik bahkan banyak mencampuradukan kepentingan politik dengan isu SARA. Sehingga menimbulkan kekerasan yang menyebabkan banyak rakyat yang menjadi korban, baik secara fisik maupun jiwa.
Selain itu banyak politikus yang terjerumus kedalam prilaku-prilaku yang tidak terpuji menyangkut harta dan negara (korupsi), baik di tataran eksekutif, legislatif bahkan yudikatif.
Hal ini mengakibatkan timbulnya sikap apatisme atau ketidak pedulian dari kalangan Milenial. Sehingga mereka terjatuh ke dalam jurang kehidupan yang pragmatis, hedonis, malas, bahkan banyak pula yang dijadikan sebagai masa bayaran untuk menjatuhkan salah satu kubu lawan politik. Padahal sejatinya dalam kehidupan politik memerlukan pemikiran yang cerdas serta kerja keras, bukan hanya asal gilas.
Melihat kompleksitas permasalahan tersebut, maka politik dan pendidikan politik bagi Negara dan bangsa Indonesia terutama bagi kelompok Milenial saat ini sangat strategis dan urgent. Hal itu karena eksistensi sebuah negara sangat ditentukan oleh sikap serta kedewasaan politik masyarakatnya.
Urgensi pendidikan politik bagi generasi millenial harus menjadi agenda pokok bagi segenap stake holders yang ada. Pengertiian politik dan juga pesta demokrasi harus dijauhkan dari nilai-nilai buruk. Kontestasi politik tidak dimaknai sebagai ajang kampanye dan memberikan hak suara saja. Tetapi juga harus diberikan pengertian, bahwa kita sebagai orang Timur tidak boleh sedikitpun menjauhkan diri dari nilai-nilai adi luhung bangsa ini seperti: toleransi, gotong-royong, menghargai perbedaan yang ada, menjauhkan diri dari sikap saling memghujat dan saling mencaci, dan tetap menjaga persatuan ditengah heterogenitas yang ada. Karena dalam kontestasi politik kita sedang mencari pemimpin-pemimpin terbaik yang akan memegang kendali arah bangsa ini. Dan bukan hanya memilih tapi juga mengontrol arah kepemimpinannya.
Dengan adanya pendidikan politik yang terukur bagi generasi millenial, diharapkam kedepan dalam konteks demokrasi kita selalu akan menemukan ruh demokrasi secara substansial. Bukan hanya yang tersaji dalam hiruk-pikuk dalam konstelasi politik nasional, masyarakat hanya disajikan berita-berita terkait para elite yang tersangkut persoalan korupsi serta perilaku-perilaku elite yang tidak mencerminkan kedewasaan dalam berpolitik yang sehat.
Karena generasi millenial merupakan generasi penerus bangsa dimasa depan, maka pendidikan politik yang baik dan terukur kiranya menjadi agenda politik nasional yang harus segera ditindaklanjuti. Karena jika tidak, jangan salahkan mereka nanti bila dalam perikehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara mereka akan cenderung apatis dan skeptis hanya karena drama politik selalu saja tidak memeberika efek positif bagi mereka.
*)Penulis: Fahmi Aziz
Presidium Forum Pemuda Milenial Malang Selatan
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi Wartacakrawala.com