Mengubah Stigma Milenial Dalam Dunia Peternakan di Era 4.0

Avatar
Muhammad Faisal Wisani, Mahasiswa Peternakan semester 8 Universitas Islam Malang
Muhammad Faisal Wisani, Mahasiswa Peternakan semester 8 Universitas Islam Malang

Wartacakrawala.com – Banyak orang-orang berpikir tentang kuliah di jurusan peternakan, sebagian bilang ngapain kuliah peternakan banyak menghabiskan uang, waktu dan tenaga bahkan ada yang berucap mending belajar ke peternak langsung. Kadang pun orang-orang masih belum banyak paham bedanya PETERNAK dan PETERNAKAN, emang ada bedanya? Ya tentu ada. Bahkan, generasi milenial beranggapan jika dunia peternakan itu jauh tidak menarik dibandingkan dengan industri kreatif. Itulah beberapa stigma yang harus diluruskan dari dunia peternakan yang sebenarnya.

Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat hasil dari kegiatan tersebut. Sedangkan, peternak merupakan subjek yang melakukan serangkaian kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak.

Di era revolusi industri 4.0 kita tidak bisa berkembang dengan tidak beriringan zaman karena semakin tahun teknologi akan semakin canggih sehingga kita perlu pemahaman teori dan praktek lapangan. Sesuai dengan Friedrich Engels Satu ons aksi lebih berharga daripada satu ton teori, dari kata tersebut ketika kita di bangku kuliah pasti ditempa teori yang beriringan dengan praktek dan praktek pun tidak harus di lapangan bisa melalui laboratorium. Inilah yang hilang dari pemahaman milenial, seolah peternakan hanya terbatas dengan kegiatan lapangan dan tidak bisa dilakukan secara lebih industrial melalui perkembangan teknologi.


Bicara kiprah kerja dunia peternakan sangat besar tidak melulu di kandang, pemerintah saat ini masih mengimpor, dan saya mengutip dari berbagai data bahwa kebutuhan daging Indonesia 700k ton per-tahun tetapi Indonesia hanya mampu 400.000 ton. Sementara itu, 300.000 ton tadi harus impor maka dalam ini peternakan diberdayakan untuk mengexplore dari inovasi, teknologi dan lain sebagainya.

Baca juga: Kader Muda NU Harus Berkualitas, Sejak dalam Pikiran!

Bicara peternakan tentu banyak manfaatnya dari kotoran (feses) sampai produksi. Untuk pakan tidak melulu rumput (hijauan) karena dalam peternakan tidak bisa mengandalkan rumput (hijauan) tersebut sebab Indonesia hanya ada dua musim kemarau dan penghujan. Sebagian orang masih belum memahami bahan pakan ruminansia (sapi).

Di saat musim kemarau masih ada orang kebingungan dalam memberikan pakan untuk hewan ruminansia tersebut. Selain rumput di sisi lain ada pengganti kekosongan hijauan di saat kemarau ialah pakan jerami jagung bisa digunakan sebagai pakan alternatif pengganti hijauan segar pada saat musim kemarau atau pada saat rumput sulit didapat.
Produk peternakan sampai saat ini menjadi barang “mahal” di Indonesia seperti daging sapi, daging ayam, telur dan susu. Mahal dalam artian harga produk cukup tinggi apalagi pada waktu-waktu tertentu sehingga susah dibeli dan dijangkau bagi masyarakat kelas bawah. Padahal mereka juga punya kesempatan untuk bisa menikmati daging, susu dan telur lebih banyak.

Sangatlah penting kemandirian suatu negara untuk memproduksi hasil bumi sendiri apalagi kita Indonesia memiliki keanekaragaman hayati ternak lokal yang melimpah seperti sapi bali, sapi madura, domba garut, kambing kacang, ayam kampung dan itik alabio. Seharusnya, sumber ternak lokal ini memberi kontribusi untuk pertumbuhan Produk Bruto Domestik (PBD) nasional untuk mencukupi kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakatnya.

Sampai saat ini, sektor ekonomi peternakan masih seksi untuk dibahas kalangan pengusaha, praktisi, akademisi, stakeholder, bahkan mahasiswa di perguruan tinggi di era 4.0. Terdapat beberapa aspek yang benar-benar perlu diperhatikan terkait dengan pembangunan peternakan untuk menunjang ketahanan pangan nasional, apabila dilihat sesuai jargon Presiden Jokowi yaitu mengimplementasikan Tri Sakti Bung Karno (berdaulat dalam bidang politik, berkepribadian dalam kebudayaan dan berdikari dalam bidang ekonomi) lengkap dengan konsep Nawacitanya. (*)


*)Penulis: Muhammad Faisal Wisani, Mahasiswa Peternakan semester 8 Universitas Islam Malang, saat ini menjadi aktivis di beberapa organisasi

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com

*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum

*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim

Total
0
Shares
0 Share
0 Tweet
0 Pin it
0 Share
0 Share
0 Share
0 Share
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
Presiden Jokowi dalam Pelantikan dewan pengawas dan jajaran direksi BPJS (foto:setneg)

Pemerintah Resmi Terbitkan PP Turunan UU Cipta Kerja

Next Post
Manfaatkan pekarangan rumah untuk ketahanan pangan

Pemanfaatan Pekarangan Rumah untuk Ketahanan Pangan

Related Posts
Total
0
Share