Wartacakrawala.com – Tulisan ini merupakan kilas balik tentang sejauh mana kita hidup dan menjalankan Negara sebagai Negara Hukum sebagaimana telah dimuat dan diatur dalam konstitusi negara.
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Oleh sebab itu, konsekuensi dasarnya adalah setiap warga negara, tidak terkecuali penguasa, harus patuh dan tunduk terhadap hukum yang berlaku di Indonesia (Ius Constitutum).
Posisi tertinggi bagi hukum inilah yang kita kenal dengan istilah Supremasi Hukum, hukum tampil sebagai panglima negara (Rechstaat) yang menjadi landasan untuk menjalankan negara bukan semata-mata kekuatan dominasi politik atau kekuasaan (Machstaat) yang menjadi dasar jalannya negara.
Baca juga: Draf RKUHP dan Krisis Kepercayaan Masyarakat Pada Hukum
Oleh karena itu tidak seorang pun dapat menempatkan diri di atas hukum “No one is above the law” bahkan presiden sekalipun tidak dapat menempatkan dirinya diatas hukum, dia harus berjalan dibawah panduan hukum.
Hukum menjadi suatu perangkat khas yang dimiliki oleh negara moderen manapun di dunia ini, demikian terjadi karena perkembangan pola kehidupan masyarakat yang serba tradisional menjadi lebih rasional dengan lahirnya ilmu-ilmu moderen, maka tidak heran jika corak hukum moderen lebih logis karena segala sudut pandangnya adalah dengan prinsip rasionalitas.
Namun belakangan, makna hukum terjun bebas dalam satu pemaknaan yang kaku yaitu undang-undang, masyarakat dan para penegak hukum kebanyakan terjebak dalam skema-skema positifistik, yang memangkas makna hukum hanya dalam arti undang-undang saja.
Baca juga: Jangan Sampai Terlewat!, Ini Pentingnya Mencuci Buah dan Sayur Sebelum Dikonsumsi
Ini merupakan aib yang sangat melukai bagi kita, bagaimana mungkin kita menjalankan Negara hanya dengan panduan undang-undang sementara para pendiri bangsa kita menginginkan negara ini berjalan dengan panduan hukum secara luas.
Hukum dan undang-undang merupakan hal yang berbeda, rumusannya jelas dalam konstitusi bahwa Indonesia merupakan negara hukum, sekali lagi Negara Hukum bukan negara undang-undang.
Kalau kita terlalu rigid dalam memaknai hukum hanya sebagai undang-undang, maka ujungnya adalah keadilan prosedural bukan keadilan sosial yang kita dapatkan, demikian terjadi karena para penegak hukum akhirnya hanya akan didominasi oleh paradigma positivisme dengan corak formalitasnya yang kaku dalam menegakkan hukum ditambah lagi dengan birokrasi yang super alot dan bertele-tele.