Wartacakrawala.com – Guna menangkal wabah yang tengah menjangkiti ribuan sapi di Jatim, Pemprov Jawa Tengah membuat Unit Reaksi Cepat (URC) penyakit mulut dan kuku (PMK).
Unit ini bertugas untuk melakukan penyekatan lalu lintas hewan di perbatasan dan melakukan penanganan kasus PMK di Jateng.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Jateng Agus Wariyanto mengatakan, URC PMK dibikin atas instruksi Kementrian Pertanian dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Ia menyebut, wilayah yang berbatasan dengan Jatim diawasi ketat.
Selain pengawasan, penghentian dan pemulangan hewan bergejala PMK juga dilakukan.
“Kita bentuk Unit Reaksi Cepat siang ini. Untuk memantau terkait lalu lintas ternak yang masuk di perbatasan. Tempo hari kita memulangkan dua truk hewan ternak dari Probolinggo (Jatim) yang hendak ke Tasikmalaya (Jabar) karena menunjukan gejala. Kita juga melakukan informasi dan edukasi, bahwa PMK ini bisa disembuhkan,” ujarnya, seperti dikutip dari laman resmi Pemprov Jateng, Rabu (11/5/2022).
Pada perbatasan Jateng-Jatim, terdapat beberapa pos pantau yang disiagakan. Di antaranya cek poin Lasem, Cepu, Banaran, cek poin Selogiri di Wonogiri, dan di Karanganyar ada di Cemoro Sewu-Tawangmangu.
Baca juga: Temui Ganjar, Komisi A DPRD Sulsel Minta Bantuan Atasi Sengketa Aset
Ia menyebut, Jawa Tengah sendiri telah bebas dari PMK sejak 1990. Adapun, episentrum PMK yang menyerang di 2022 berasal dari empat wilayah di Jatim yakni, Gresik, Mojokerto, Lamongan dan Sidoarjo.
Agus tidak menampik, bahwa ada temuan kasus PMK di Jateng. Tercatat ada 17 kasus kini menjangkiti sapi dan kambing. Namun, ia memastikan telah menerapkan pola isolasi dan penyembuhan agar tidak menular.
“Di Boyolali ada 10 ekor (sapi) di Rembang ada 4 ekor (sapi) dan di Wonosobo ada 3 ekor domba atau kambing. Nah yang terkonfirmasi positif sudah kita pindahkan dari kandang,” jelasnya.
PMK Tidak Menular ke Manusia
Agus menegaskan, penyakit mulut dan kuku yang menyerang sapi, kambing, domba bisa disembuhkan. Selain itu, produk daging dari hewan-hewan tersebut masih bisa dikonsumsi.
Meskipun dagingnya bisa dikonsumsi, akan tetapi PMK bisa menurunkan harga jual hewan maupun produk hewan berkuku belah ini. Karena, jika terserang PMK nafsu makan hewan, yang akan menurunkan bobot atau produksi susu.
Sementara, tingkat kematian PMK tergolong rendah. Pada kasus yang pernah melanda Jateng di tahun 1980an, tingkat kematian hanya 5-10 persen.
“Daging bisa dikonsumsi. Namun hati-hati pada bagian moncongnya yang mengalami luka lepuh atau berliur serta saluran cerna (jangan dimakan). Virus ini tidak menular ke manusia, jangan khawatir ini tidak seperti Covid-19,” sebutnya.
Kasi Kesehatan Hewan Disnakkeswan Jateng Yoyon Sunaryono menegaskan, Jateng telah menyiapkan berbagai skenario antisipasi PMK. Selain melakukan pemantauan lalu lintas hewan, pihaknya juga fokus terhadap penyehatan hewan terjangkit.
Ia menyebut hingga kini 17 kasus PMK di Jateng terkendali. Semua hewan rerata dalam kondisi menuju penyembuhan.
Selain itu, pihaknya juga telah melakukan edukasi di beberapa wilayah yang memunyai pasar hewan besar. Di antaranya Pasar Wirosari Grobogan, Pasar Pon Blora, Pasar Kaliyoso, Pasar Boyolali dan Pasar Klaten.
“Pada tempat-tempat tersebut kita juga bekerjasama dengan pemkab yang telah melakukan survei. Kalau ada tanda-tanda klinis, segera melangkah,” paparnya.
Terakhir, ia mengajak peternak dan pedagang lebih peka ketika menemukan kelainan pada sapi atau kambing mereka. Ketika terjadi demam, menurunnya nafsu makan, disertai sariawan dan luka pada kuku segera melapor ke pihak terkait.
“Kalau menemukan tanda-tanda sapi atau kambing sakit segera lapor. Jangan menunggu (uji) serologis. Namun langsung diisolasi dan jangan didistribusi lagi,” pungkas Yoyon.