Wartacakrawala.com – Pendidikan karakter merupakan salah satu bagian terpenting dalam pendidikan personal siswa. Karakter (character) merupakan serapan dari bahasa Yunani yakni “charassein” yang bermakna menggambar, mengukir, atau melukis. Dalam makna sederhana, dapat dipahami dengan sesuatu yang telah terbentuk, baik secara alamiah ataupun didukung oleh faktor lingkungan sekitarnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBB) kata karakter berarti sifat atau budi pekerti, dan juga akhlak yang dimiliki oleh seseorang, serta menjadi ciri khusus dari tiap personal seseorang. Apabila didefinisikan secara luas, pengertian karakter dapat dijelaskan sebagai bentuk tingkah laku, simbol, atau ciri khas yang melekat dalam diri seseorang.
Thomas Lickona, pionir pendidikan karakter, memaknai pendidikan karakter sebagai bentuk pendidikan moral yang berorientasi pada proses pembentukan kepribadian dari tiap individu yang hasilnya dapat diketahui berdasarkan perilaku nyata yang ditunjukkan seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter juga merupakan gambaran watak dari seseorang, yang mana perwujudan ini diperoleh melalui proses internalisasi diri dari lingkungan yang ada di sekitarnya. Wujud karakter dari seseorang akan tercipta baik apabila dari proses yang terbentuk seluruhnya didasarkan pada aspek-aspek yang memiliki nilai positif, seperti moral, akhlak, etika, dan lain sebagainya yang oleh masyarakat secara luas telah disepakati.
Pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah merupakan sebuah proses yang secara sadar sengaja terprogram dan direncanakan, dilakukan, serta memiliki tujuan dan target terukur. Pendidikan karakter juga harus dilaksanakan secara imbang dengan aspek akademik, sosial, dan emosional peserta didik sehingga mampu menghasilkan lulusan yang unggul dan berkarakter.
Pendidikan karakter juga seharusnya dilakukan secara integral ke dalam semua mata pelajaran yang dipelajari oleh peserta didik. Dalam pelaksanaannya guru menjadi sosok sentral dalam kesuksesan internalisasi nilai-nilai karakter kepada peserta didik.
Berdasarkan penjabaran di atas dapat kita ambil garis besar bahwa pengertian dan tujuan pendidikan karakter adalah upaya penyampaian pendidikan watak, budi pekerti, moral, nilai, dan bentuk pendidikan karakter lainnya yang dilakukan secara terarah dan sitematis, dilakukan agar seseorang dapat mengembangkan kemampuan olah pikir dan rasanya sehingga mampu melakukan nilai kebaikan, tepat mengambil tindakan, serta memutuskan sesuatu dengan berdasar pada nilai positif seperti tanggung jawab, jujur, serta menghargai orang lain.
Baca juga: Sampahmu, Tanggung Jawabmu!
Terbentuknya karakter seseorang sebenarnya tidak mutlak hanya diperoleh dari sekolah saja, tetapi terdapat faktor lain yang merupakan bagian dari proses terbentuknya karakter sendiri, yakni kebiasaan, naluri, kemauan, pendidikan, dan lingkungan.
Strategi Pendidikan Karakter
Setidaknya terdapat lima strategi dalam membentuk karakter peserta didik di mana keenam hal ini membutuhkan proses yang stimulan dan dilakukan secara berkesinambungan. Keenam strategi tersebut antara lain;
1. Habituasi dan pembudayaan
Kehidupan sekolah hendaknya terjadi dalam satu pola yang berulang-ulang dan terikat oleh jadwal yang ketat. Hal ini akan memengaruhi kebiasaan pendidikan karakter semua anggota sekolah. Suasana sekolah yang disiplin akan berdampak besar pada kehidupan siswa khususnya di lingkungan sekolah dan akan terbawa pula dalam lingkungan bermasyarakat. Masyarakat sekolah harus senantiasa memandang hidup berdisiplin sebagai salah satu aset utama pembinaan karakter siswa.
2. Membelajarkan hal-hal yang baik (moral knowing)
Sekolah juga perlu menekankan aspek kognitif atau pengetahuan terkait dengan hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh semua warga. Dengan mengetahui hal-hal yang baik ini berarti dia memahami bagaimana cara untuk mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata.
3. Merasakan dan mencintai yang baik (feeling and loving the good)
Keinginan untuk melakukan perbuatan baik berasal dari kecintaan akan perbuatan baik tersebut. Aspek cinta inilah yang menurut Piaget merupakan sumber energi, yang secara efektif dapat membuat seseorang memiliki karakter yang konsisten antara pengetahuan (moral knowing) dan tindakan (moral action).
4. Tindakan yang baik (moral acting)
Moral acting adalah bagaimana mengubah pengetahuan moral menjadi perilaku yang sebenarnya. Perilaku moral semacam ini adalah hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya (moral knowing dan moral feeling). Untuk memahami apa yang mendorong seseorang untuk bertindak secara etis, kita harus mempelajari tiga aspek karakter lainnya, yaitu kemampuan, kemauan, dan kebiasaan.
5. Keteladanan dari lingkungan sekitar (moral modelling)
Peserta didik sebagai manusia pembelajar membutuhkan role model dalam membentuk karakternya. Di sinilah peran vital seorang guru maupun orang tua dalam mengarahkan anak didiknya menuju manusia berkarakter. Orang tua dan guru harus terlebih dahulu menyontohkan sebagai sosok pribadi yang patut untuk menjadi teladan bagi mereka. Contoh keteladanan yang dilakukan secara terus menerus ini akan menunjang habituasi pendidikan karakter secara optimal.
Konsep Pendidikan Era Pandemi Covid 19
Di masa pandemi, kesehatan masyarakat bangsa merupakan salah satu hal yang paling diperhatikan dan menjadi prioritas pemerintah. Hal ini dapat dibuktikan dari adanya himbauan keras bagi seluruh masyarakat Indonesia, baik dari penyelenggara sektor ekonomi, pariwisata, pendidikan, dan sektor lainnya untuk melaksanakan dan menjalankan regulasi baru dari pemerintah, dengan menerapkan protokol kesehatan yang ada.
Dengan adanya keputusan tersebut, sektor pendidikan berupaya keras untuk membuat inovasi baru dalam belajar yang dapat digunakan sebagai sistem belajar sementara bagi berlangsungnya proses pendidikan. Oleh karenanya dikeluarkanlah satu keputusan oleh Sekjen Kemendikbud, yakni keputusan Nomor 15 tahun 2020 yang membahas tentang pedoman khusus pelaksanaan pembelajaran yang diselenggarakan secara daring (online) dari rumah untuk mencegah serta meminimalisir terjadinya penyebaran Covid-19 di lingkungan lembaga pendidikan.
Hal ini juga sebagai bentuk penyokong bahwa meski dalam keadaan yang demikian hak seseorang dalam belajar dan proses pembelajaran harus tetap diberikan. Model pembelajaran yang dijadikan sebagai model belajar masa pandemi adalah konsep pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Tidak dapat dimungkiri bahwa konsep pembelajaran ini sangat sulit untuk diselenggarakan secara optimal jika dibandingkan dengan pola pembelajaran sebelumnya. Salah satu yang paling menonjol dalam perbedaan pelaksanaan konsep belajar pada saat ini adalah adanya pembelajaran yang tidak dilaksanakan dengan melakukan interaksi secara langsung.
Pembelajaran seperti ini dinilai kurang efektif, karena terbatasnya komunikasi yang terjalin antara pendidik dan peserta didik. Hal inipun akhirnya juga berpengaruh terhadap penangkapan informasi yang disampaikan oleh guru yang tak jarang juga tidak mampu dipahami dengan jelas oleh siswa. Sebenarnya konsep pembelajaran jarak jauh ini, jika ditelaah lebih kritis dapat membawa karakter positif bagi peserta didik, yaitu karakter kemandirian dan pantang menyerah.
Pemanfaatan berbagai platform media online akhirnya menjadi pilihan atau jalan alternatif dalam pendidikan agar keberlangsungan pembelajaran tetap terus terlaksana.
Konsep pendidikan pada saat ini disesuaikan dengan menerapkan beberapa prinsip, salah satunya adalah dengan memprioritaskan aspek keselamatan serta kesehatan seluruh masyarakat. Konsep pembelajaran secara online menjadi alternatif yang tepat digunakan demi tetap berlangsungnya kegiatan pembelajaran.
Interaksi yang harusnya terjadi antar pendidik dan peserta didik nyatanya juga masih dapat dilakukan meskipun harus dengan menggunakan perantara media. Terlepas dari hal tersebut, bagi sebagian orang pembelajaran pada saat ini dirasa cukup memberatkan. Banyak masyarakat yang dihimpit oleh keterbatasan dan ditekan oleh keadaan.
Hal ini dapat kita ketahui dari respon masyarakat yang mengatakan bahwa banyak di antara mereka yang kurang mampu membeli smartphone, tidak mampu mengoperasikan media elektronik secara maksimal, serta keterbatasan-keterbatasan lainnya seperti ekonomi, daerah yang tidak cukup dijangkau oleh jaringan, kesibukan bekerja, dan beberapa faktor lainnya. (*)
*)Penulis : Bagas Prasetya, Uin Walisongo Semarang
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim