Permasalahan Korupsi di Indonesia dan Langkah-Langkah dalam Mengatasinya

Avatar
Muhammad Ar Rosyid Adhyaksa, Mahasiswa Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Muhammad Ar Rosyid Adhyaksa, Mahasiswa Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Wartacakrawala.com – Korupsi merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan, jabatan, kesempatan untuk memenuhi kepentingan pribadi dan atau kelompok tertentu yang mana perbuatan tersebut tidak dikehendaki masyarakat serta diancam hukuman oleh negara.

Indonesia telah melakukan beberapa upaya dalam memberantas korupsi dan juga memberikan sanksi yang berat terhadap pelaku namun hal tersebut nampaknya belum memberikan efek jera. Upaya tersebut masih belum berjalan dengan baik karena kurangnya kemauan untuk berubah dari dalam pemerintahan dan rendahnya pengaruh tekanan eksternal untuk mendorong perubahan antara berbagai kelembagaan yang memiliki kewenangan dalam memberantas korupsi.

Berita mengenai penangkapan pelaku korupsi masih sering terjadi dan yang mengejutkan masyarakat adalah tertangkapnya 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang oleh KPK. Setiadi (2018) menyatakan bahwa terdapat fakta empirik dari hasil penelitian di banyak negara yang menunjukkan korupsi berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan kesetaraan sosial. Korupsi menyebabkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok sosial dan individu dalam hal pendapatan, kekuasaan, status sosial, dan lain sebagainya.

Berdasarkan survei kemitraan terkait peringkat korupsi lembaga negara menunjukkan Lembaga Legislatif menjadi lembaga yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi dibandingkan Lembaga Yudikatif dan Eksekutif. Survei tersebut dilakukan pada tahun 2010 menggunakan metdode targeted (meminta pendapat orang yang berkompeten untuk menilai di lembaga masing-masing). Pada tahun 2005, Transparency International Indonesia (TII) menunjukkan hasil survei lembaga terkorup di Indonesia ditempati oleh partai politik yang mana merupakan “rumah” para elit politik, baik elit politik di Lembaga Eksekutif maupun Legislatif.

Korupsi memberikan dampak yang buruk terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Hal tersebut menimbulkan sikap mementingkan kepentingan pribadi diatas segalanya. Selain itu korupsi jika terjadi terus-menerus dapat merusak generasi muda yang mana dapat memunculkan perilaku tidak jujur dan tidak bertanggung jawab.
Korupsi juga dapat merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa.

Baca juga: Diskriminasi Kesetaraan Gender di Era Milenial

Penelitian yang dilakukan oleh Transparency International menunjukkan bahwa korupsi juga mengakibatkan berkurangnya investasi dari modal dalam negeri maupun luar negeri dikarenakan investor akan berpikir dua kali untuk membayar investasi, seperti untuk penyuapan pejabat untuk mendapatkan izin, biaya keamanan, dan lain-lain.

Korupsi juga dapat terjadi pada birokrasi. Jika korupsi terjadi di birokrasi menyebabkan minimnya efisiensi dan meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan berkualitas tidak akan terwujud. Hal tersebut dapat menurunkan kualitas pelayanan yang mana hanya orang-orang kelas atas saja yang akan dapat pelayanan baik karena mampu untuk menyuap. Kondisi tersebut dapat menimbulkan keresahan dan ketimpangan sosial.

Menurut Jack Bologne dalam GONE Theory menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang menyebabkan korupsi meliputi keserakahan yakni sifat seseorang yang tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimiliki, kesempatan yakni berhubungan dengan kondisi lembaga atau birokrasi yang membuka kesempatan/peluang untuk melakukan korupsi seperti lemahnya sistem pengendalian, kebutuhan yakni berkaitan dengan kebutuhan manusia yang tidak ada habisnya dan pengungkapan akibat yang ditimbulkan dari perilaku korupsi yakni adanya hukuman atau sanksi bagi pelaku namun tidak menimbulkan efek jera.

Bentuk-bentuk tindak pidana korupsi menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu merugikan keuangan Negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Dalam usaha memberantas korupsi di Indonesia masih mengalami hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Tuntutan dan putusan yang diberikan oleh penegak hukum juga sudah cukup berat, namun korupsi masih tetap dilakukan.

Adapun yang merupakan hambatan-hambatan yang terjadi dalam memberantas korupsi di Indonesia, yaitu ada yang namanya hambatan struktural, yang dimana hal ini berkaitan dengan praktik-praktik penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya yang mana mengarah pada pengajuan dana sebanyak-banyaknya untuk sektor dan instansinya tanpa memperhatikan kebutuhan nasional dan berupaya untuk menutup-nutupi kesalahannya. Hal ini memilih keterkaitan antara lemahnya koordinasi dari aparat penegak hukum dan bagian pengawasan yang berakibat kepada berbagai penyimpangan dan pengelolaan kekayaan negara serta rendahnya kualitas pelayanan publik.

Selanjutnya adalah hambatan kultural, seperti kebiasaan-kebiasaan negatif yang berkembang di masyarakat, contohnya sifat sungkan dan toleran diantara aparatur pemerintahan yang dapat menghambat pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dimana pimpinan instansi tidak terbuka sehingga menimbulkan kesan melindungi pelaku korupsi, serta adanya campur tangan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam menangani pelaku tindak pidana korupsi. Selain itu masih rendahnya komitmen dalam menangani korupsi secara tegas dan tuntas, dan juga adanya sikap masa bodoh pada sebagian besar masyarakat terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Selanjutnya ada hambatan instrumental, kurangnya instrumen pendukung dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Seperti contoh adanya peraturan perundang-undangan yang memiliki ketimpangan dan menimbulkan tindakan koruptif berupa membesarnya dana pada lingkungan instansi pemerintahan.

Yang terakhir ada hambatan manajemen, hal ini berupa tidak adanya penerapan prinsi-prinsip manajemen yang baik atau komitmen yang tinggi dilaksanakan secara adil, transparan dan akuntabel sehingga kesulitan dalam menangani permasalahan korupsi. Kurangnya komitmen manajemen dalam menyelesaikan hasil pengawasan, kurangnya dukungan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, sebagian besar aparat pengawasan kurang professional dalam menjalankan tugas, minimnya dukungan sistem dan prosedur pengawasan dalam menangani korupsi, kurang memadainya sistem kepegawaian seperti sistem rekrutmen, rendahnya tunjangan, penilaian kinerja, reward serta punishment.

Walaupun banyaknya hambatan-hambatan dalam mengatasi tindak pidana korupsi, namun ada beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi, yaitu seperti merancang ulang pelayanan publik yang bertujuan untuk memberi kemudahan kepada masyarakat luas dalam mendapatkan pelayanan public yang professional, berkualitas, dan tanpa dibebani biaya tambahan atau pungutan liar.

Selanjutnya memperkuat transparansi, pengawasan serta sanksi pada kegiatan-kegiatan pemerintah yang berhubungan dengan ekonomi dan sumber daya manusia. Dan yang terakhir memberikan penegakan hukum dalam rangka mengatasi tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat juga harus berpartisipasi secara aktif membantu aparat penegak hukum dalam memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mengurangi kerugian negara. (*)

*)Penulis : Muhammad Ar Rosyid Adhyaksa, Mahasiswa Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com

*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum

*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim

Total
0
Shares
0 Share
0 Tweet
0 Pin it
0 Share
0 Share
0 Share
0 Share
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
Ilustrasi kesetaraan gender di era milenial

Diskriminasi Kesetaraan Gender di Era Milenial

Next Post
Vivi Aizati Maulidia, Mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang

Mengaplikasikan Kesuksesan ICAC dalam Menuntaskan Korupsi di Indonesia

Related Posts
Total
0
Share