Surat edaran itu berkaitan dengan teknis pelaksanaan Tari Remo Massal pada Minggu, 18 Desember 2022. Pada intinya kegiatan ini tidak bersifat wajib diikuti oleh seluruh pelajar Surabaya.
“Sementara bagi peserta tari, dapat menggunakan celana hitam dan atas putih. Dan untuk pelajar bisa menggunakan pakaian olah raga sekolah masing-masing,” jelasnya.
Tak hanya itu, Yusuf juga menyebutkan, bahwa para peserta dari kalangan pelajar bisa mengganti udeng dengan hasduk merah putih. Termasuk juga selendang yang tidak harus berwarna merah, namun dapat disesuaikan dengan yang dimiliki para penari.
“Harapan kami ada keseragaman, tapi bukan berarti wajib mengenakan kostum remo komplit. Misal gongseng (kerincing kaki) bisa perwakilan, tidak harus semuanya di sekolah itu pakai. Yang penting berseragam dan penari tidak diwajibkan memakai riasan wajah,” paparnya.
Di tempat yang sama, Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga, serta Pariwisata (Disbudporapar) Kota Surabaya, Heri Purwadi mengungkapkan alasan memilih Tari Remo dalam agenda pemecahan Rekor MURI tersebut. Salah satunya karena Tari Remo sudah menjadi kesenian yang selalu ada setiap agenda Kota Surabaya.
Baca juga: Pemkab Lumajang Usulkan Pembangunan Jembatan Gantung di Sumberlangsep
“Di Surabaya sendiri, setiap tahun selalu diagendakan setiap Hari Jadi Kota Surabaya ada Tari Remo. Nah, kenapa kita tidak mencatatkan itu sebagai Rekor MURI. Tetapi yang terpenting adalah lebih ke pengenalan sejarah dan rekor MURI itu sebagai bonus,” kata Heri.
Apalagi, Heri menyebutkan, selain di sekolah-sekolah, saat ini Pemkot Surabaya juga membuka rumah-rumah kreatif yang ada di Balai Pemuda.
Termasuk pula menempatkan pelatih-pelatih di setiap kecamatan untuk memberikan pelatihan dasar Tari Remo kepada masyarakat.
“Akhirnya tahun ini kita sepakat untuk mencatatkan Rekor MURI (Tari Remo) unik, bukan berdasarkan jumlah. Saat pertama kita mendaftarkan (MURI) jumlah, ada masukan akhirnya kita sepakat di tempat uniknya. Mana uniknya? Yaitu jembatan dan tempat-tempat sejarah,” terangnya.
Menurutnya, untuk mengurangi mobilitas di pusat kegiatan Jembatan Suroboyo dan lokasi-lokasi bersejarah, maka teknis pelaksanaan Tari Remo Massal ini disebar ke masing-masing sekolah.
Untuk mendukung kegiatan ini, Dispendik telah bekerja sama dengan para Kepala Sekolah. Sedangkan kehadiran Tim MURI mendapatkan support dari Bank Jatim.
“Karenanya untuk mengurangi mobilitas, mereka (peserta pelajar) tetap dikaryakan di sekolah-sekolah. Jadi tidak semuanya di taruh di titik-titik bersejarah, tapi juga di sekolah-sekolah,” pungkasnya. (*)