Wartacakrawala.com – 752 Tahun Sumenep telah berdiri, suatu masa yang panjang untuk berdirinya suatu daerah. Dengan waktu yang cukup dewasa namun Sumenep masih belum mampu lepas dalam kemalut problematika yang kompleks.
Tampuk kekuasaan tertinggi sudah berkali-kali berganti, namun hingga masa kepemimpinan Fauzi-Eva, belum ada dampak konkrit yang bisa dirasakan oleh masyarakat secara luas.
Soal alih fungsi lahan yang masih menjadi problem dasar bagi masyarakat, khususnya di wilayah pesisir area Pantura, yang sejak bertahun-tahun lamanya ditolak melalui berbagai gerakan, baik masyarakat atau mahasiswa. Hingga saat ini masih belum ada tindakan jelas dari pemerintah untuk menertibkan dan memberikan perlindungan terhadap masyarakat lokal.
Peralihan status masyarakat dari mayoritas mata pencahariannya sebagai petani dan nelayan menjadi buruh tambak merupakan pemandangan pahit yang hari ini kita saksikan bersama. Dari awalnya pemilik lahan hingga menjadi buruh di atas tanah nenek moyang sendiri.
Secara pandangan ekonomi jangka panjang, ini menjadi catatan buruk bahwa 10 hingga 15 tahun mendatang bisa saja anak cucu kita menjadi asing di bumi sendiri tidak lain disebabkan oleh aktivitas ekstraktif yang berorientasi pada kekayaan segelintir orang dan merusak pada waktu yang berkepanjangan.
Baca juga: Joko Widodo Resmi Usulkan KSAD Jenderal Andika Perkasa Jadi Calon Tunggal Panglima TNI
Masifnya industrialisasi di area timur daya juga tidak memberikan dampak implisit bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini menjadi indikasi dasar bahwa kehadiran investasi dan pembangunan di Kabupaten Sumenep tidak memiliki keberpihakan kepada rakyat secara umum. Namun hanya menjadi lahan basah bagi segelintir elit pengusaha dan penguasa tanpa perlu tahu terhadap dampak yang akan meyebabkan ketertindasan masyarakat.
Tingkat kemiskinan pun dari tahun 2018 hingga tahun 2020 menunjukkan peningkatan yang signifikan, berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 jumlah masyarakat miskin bertambah 6.680 orang.
Sedangkan tahun survey BPS tahun 2020 dari periode maret 2019 – maret 2020 menunjukakan jumlah penduduk miskin di kabupaten sumenep bertambah 8,25 ribu jiwa 220.023 Jiwa.
Sebuah realitas yang tidak bisa membuat tenang berdiam, karena kabupaten dengan segenap kekayaan alam yang dimiliki tidak memberikan kesejahteraan secara nyata terhadap masyarakat kabupaten Sumenep.
Keberadaan tambak udang melalui perampasan ruang hidup masyarakat dengan mengentaskan kemiskinan tidak lain hanya akan menambah kerusakan. Lahan masyarakat dianggap tidak produktif karena pemerintah kabupaten Sumenep tidak kunjung memberikan solusi yang secara nyata berdampak terhadap masyarakat kecil.
Bahkan pemerintah memberikan ruang bebas berkeliarnya para pemilik modal untuk melakukan aktivitas eksploitatif, sehingga masyarakat dengan aktivitas asal sebagai petani pun terus mengeluh karena tidak kunjung ada kepanjangan tangan penguasa sebagai bentuk pertanggungjawaban nyata.
Ditambah beberapa waktu lalu terdapat gerakan unjuk rasa mahasiswa untuk menyampaikan aspirasinya. Namun yang terjadi bukan diterima sebagai bagian dari masyarakat Sumenep, malah mendapat pemukulan dari oknum polisi. Sebagai salah satu bukti aparatus Negara menggunakan tangan besinya untuk melakukan represifitas terhadap gerakan mahasiswa.
Oleh karena itu, kami Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Sumenep menuntut:
1. Hentikan alih fungsi lahan di Kabupaten Sumenep.
2. Tindak Tegas Tambak udang nakal tanpa terkecuali dan berikan pembinaan terhadap masyarakat
3. Tuntaskan masalah kemiskinan di Kabupaten Sumenep
4. Tingkatkan produktifitas pertanian di Kabupaten Sumenep
5. Hentikan represifitas terhadap mahasiswa