Wartacakrawala.com – Siapa yang berfikir, jika Negara banyak hutang kenapa kita tidak mencetak uang saja, kemudia kita lunasi hutangnya?. Ketika banyak masyarakat kurang mampu, ya sudah kasih saja uang toh uang tinggal nyetak aja. Kita kan pakai Rupiah, terus kenapa ukuran aktivitas ekonomi kita menggunkan dolar?. Jika teman-teman berfikir begini, maka kita sama.
Yuk mulai, Tulisan ini hanya halu dan 0% teori.
Awalnya manusia mengenal istilah barter sebagai sistem pembayaran, yakni sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan aktivitas ekonomi manusia kala itu. Sistem ini sangat sederhana yakni dengan cara menukarkan barang yang kita punya dengan barang yang kita inginkan atas persetujuan kedua bela Pihak, atau si-pemilik barang lainnya. Seiring berjalannya waktu maka manusia menggati alat tukar dalam sistim ekonomi mereka menjadi sedikit lebih praktis, mengingat dengan sistem barter tadi, orang terkadang merasa kesulitan dalam menukarkan barang yang mereka punya dengan barang yang mereka inginkan.
Menuju era emas pada periode awal. Alat tukar yang dimaksudkan untuk mengantikan sistem berter adalah dengan koin emas. Awal kali emas yang berupa kepingan itu dapat dibuat oleh siapa saja. Pada era ini yang membedakan hanya kualitas emas dan kadar emas itu sendiri. jadi yang akan menentukan seberapa berharga koin emas itu adalah koin emas itu sendri.
Era emas pada periode ke 2. Era ini telah terjadi banyak sekali perampokan mengingat dengan koin emas manusia dapat membawa dan menggunakannya dengan mudah. Mereka menggunakannya dalam aktivitas perekonomian, misalnya membeli hewan ternak atau hal lainnya di pasar. Disinilah banyak bermunculan para penyedia jasa untuk menyimpankan emas mereka pada ruangan yang aman. Semua orang mulai tertarik dengan jasa ini, maka berbondong-bondonglah mereka untuk menyimpan emas pada penyedia jasa penyimpanan itu. Si penyedia jasa penyimpanan emas akan menerbitkan kwitansi atas emas yang telah di simpan oleh setiap orang itu.
Era emas periode ke 3. Periode ini orang-orang yang telah menyimpan emasnya pada penyedia jasa penyimpanan, mereka juga diwajibkan membayar jasa penyimpanan. Selain itu masa ini juga mengubah koin emas yang semula polos, akan di cetak dengan simbol Raja atau Ratu meraka. Pada periode selanjutnya, koin emas yang semula mempunyai nilai sama itu (yang membedakan hanya ukuran krat) maka kemudian dimunculkan nilai koin emas berdasar nilai krat paling kecil disinilah peran pemerintahan mulai nampak.
Misalnya dengan menunjuk pihak yang berwenang mencetak koin emas dengan gambar Raja dan Ratu, serta memberikan nilai angka berdasar kadar emas itu (misalkan angka 1 untuk kadar emas 3 krat). Langkah pemerintah ini bertujuan untuk menghindari penipuan, misalnya ada pihak yang memanipulasi angka dengan krat emas yang berbeda (angka 1 pada koin namun kadar emasnya hanya 2 krat). Sistem penyimpanan pada penyedia jasa penyimpanan itu terus berlanjut, dengan ketentuan harga jasa penyimpanannya.
Baca juga: Platform Belajar Menjadi Penunjang Pendidikan di Masa Pandemi
Selanjutnya para penyedia jasa penyimpanan lebih menyederhanakan lagi kuitansi penyimpanan emas itu dengan bertuliskan angka sesuai jumlah emas yang mereka simpan padanya. Para penyedia jasa penyimpanan juga mengambil peluang lain, yaitu memberikan jasa hutang bagi orang yang membutuhkannya dengan memanfaatkan simpanan emas yang ada padanya. Orang yang berhutang tentu juga harus membayar jasa hutangnya. Lagi-lagi penyedia jasa penyimpanan ini mendapatkan untung.
Tidak berhenti di situ saja sanksi denda juga diterapkan bagi mereka yang terlambat membayar hutang atas perjanjian yang sudah disepakati. Pemerintah akan senantiasa membela si pemberi hutang itu dengan cara mengerahkan pasukan atas dalih kestabilan ekonomi, misalnya menagih orang yang telah berhutang.
Siklus ini akan terus berlanjut hingga dimanfaatkannya kertas sebagai pengganti emas. Kertas digunakan sebagai alat tukar yang sah pengganti emas dengan dalih semakin mempermudah aktivitas ekonomi masnusia. Para penyedia jasa penyimpanan yang dulunya menerbitkan kuitansi penyimpanan emas pada orang yang menyimpannya (misalnya orang menyimpan 50 keping emas dengan rigit angka yang berfariasi misalkan 1-5, dengan perincian koin dengan angka 1 berjumlah 20, koin berangka 2 berjumlah 5, koin berangka 3 berjumlah 5, koin berangka 4 berjumlah 15, dan koin berangka 5 berjumlah 5).
Si penyedia jasa penyimpanan akan menerbitkan kertas dengan jumlah 50 lembar dengan angka yang berbeda pula sesuai jumlah emas yang orang simpan. Awalnya sih kita tidak menemukan kejanggalan sampai pada masa di mana koin emas itu bertuliskan angka pada kepingannya, siapa yang dapat membedakan angka 3 pada koin emas akan sesuai dengan ketentuan krat emas itu ?, tentu di awal akan banyak orang yang memperhatikan itu dan penyedia jasa penyimpanan tidak akan main-main.
Terlebih terdapat simbol gambar raja atau ratu pada setiap kepingnya. Namun seiring perkembangan waktu dan masa regenerasi, orang sudah tidak akan memperhatikan angka dan kadar krat pada emas dalan koin. Semua orang akan percaya bahwa si penyedia jasa penyimpanan akan berlaku sesuai era sebelumnya. Padahal siapa yang tahu berapa krat emas dalam koin berangka itu ?, apakah sesuai dengan ketentuan awal atau tidak? atau bahkan koin itu hanya berupa angka tidak ada kadar emas sama sekali didalamnya, siapa yang tahu atas hal ini.
Pada awal kemunculan uang kertas, si penyedia jasa penyimpanan mencetak uang sebanding dengan emas yang ada. Seiring berjalannya waktu, kita semua terbius olehnya. Mungkin pada era awal penyimpanan emas, orang akan mendapat kwitansi yang sebanding dengan emas yang mereka simpan. Namun semakin lama kwitansi itu akan berubah menjadi surat hutang, yang diperuntukkan bagi siapa saja yang membutuhkannya tanpa harus menyimpan emas terlebih dahulu.
Surat hutang itu telah bertranformasi menjadi uang kertas dengan asumsi bahwa setiap uang kertas yang terbit sama dengan kwitansi emas yang telah disimpan atau dengan kata lain uang kertas yang terbit sama dengan jumlah emas yang ada. Padahal itu hanya teori semata seperti yang telah disinggung pada parangraf di atas pihak penyedia jasa penyimpanan berhak menerbitkan kwitansi dengan nilai yang sama atas nilai yang tertera pada koin emas itu. Begitulah seterusnya para penyedia jasa penyimpanan mencetak kwitansi penyimpanan emas tanpa ada emasnya. (*)
*)Penulis: Moh Badrul Bari, Aktivis dan Pegiat Media
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com
*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum
*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim