Selain itu, kata Beka, dalam tragedi itu, aparat kepolisian menembakkan gas air mata atas keinginan sendiri, tanpa berkoordinasi dengan Kapolres Malang.
“Penembakan gas air mata dilakukan tanpa koordinasi dengan Kapolres Malang dan atas diskresi dari masing-masing pasukan,” terang Beka.
Beka menyebutkan, personel Polri yang menembakkan gas air mata di Kanjuruhan tidak hanya anggota Brimob, tapi juga Sabhara.
Ia menambahkan, match commisioner atau pengawas pertandingan sejak awal tahu aparat keamanan membawa senjata gas air mata.
Namun, mereka tak melaporkan soal ini lantaran tidak tahu bahwa penggunaan gas air mata dilarang di dalam stadion.
“Ini vital. Jadi pengakuan dari match commisioner ketika dimintai keterangan oleh Komnas HAM yang bersangkutan tidak mengetahui bahwa gas air mata itu dilarang,” kata Beka.