Wilwatikta, Mandala Dwipa, Sirna Ilang Kertaning Bumi

Shofy Maulidya Fatihah
Diyaul Hakki
Diyaul Hakki

Wartacakrawala.com – Tak ada usainya bila kita berbicara tentang sejarah. Sebab selain setiap hari yang dilewati merupakan sejarah, sejarah juga selalu saja melahirkan dua bahkan lebih sudut pandang yang berbeda.

Hal yang demikian ini terjadi lantaran mereka yang memotret sejarah tidaklah duduk ditempat yang sama. Hingga demikianlah sudut pandang yang berbeda itu dilahirkan.

Berbeda lagi urusannya bila sejarah itu mengalami distorsi yang divermak untuk kepentingan satu entitas kelompok, individu maupun kekuasaan, perdebatannya akan jauh lebih panjang.

Selain dari itu, melihat realitas kultur bangsa kita yang mewariskan banyak kisah sejarah dari wircarita tutur ke tutur tidak tertulis yang sangat rawan sekali mengalami perubahan, pembaharuan, bahkan penghilangan yang menyebabkan sejarah itu lenyap dari masyarakat.

Namun, tidak begitu dengan Wilwatikta suatu kerajaan termasyhur yang agung dan merajai Nusantara yang disetiap jengkal tanahnya Bhatara yang agung memberkatinya dan sang hyang Widhi menancapkan waranugrahanya ini tak habis-habisnya menjadi riset kajian-kajian sejarah baik di kancah nasional maupun internasional.

Baca juga: Ngaji Anti Radikalisme, Wakil Bupati Malang Sampaikan Sejumlah Pesan

Kerajaan yang lebih akrab disebut Majapahit ini tak pernah lenyap dari pembicaraan dan cerita rakyat lantaran kemasyhurannya yang agung seakan tak adalagi kerajaan serupa yang dapat menyamai bahkan melebihinya.

Sekalipun bukti-bukti fisik keagungannya telah banyak yang lenyap, Majapahit masih bisa kita lacak dengan penemuan prasasti dan bangunan kuno untuk menjadi petunjuk.

Bahkan ada dua epik fenomenal yang itu dibuat pada masa kejayaan Majapahit sebagai petunjuk keberadaan dan bagaimana kehidupan pada saat itu, karya itu adalah kakawin Negarakertagama yang ditulis mpu Prapanca dan kakawin Sutasoma yang ditulis mpu Tantular yang bahkan banyak mengilhami pilar-pilar bangsa Indonesia saat ini.

Kita tidak dapat membayangkan bagaimana megahnya kerajaan yang tidak hanya menguasai wilayah Nusantara ini tetapi juga wilayah-wilayah taklukan di negara tetangga.

Temuan terakhir yaitu bangunan yang berkaitan erat dengan Majapahit ditemukan di situs kumitir dengan luas kurang lebih 6 hektare yang para ahli katakan ini masih bukan merupakan bangunan induk istana Majapahit yang sampai hari ini belum ditemukan.

Baca juga: Potret Kepedulian SMP-SMA Jenderal Sudirman Kalipare di Bulan Ramadhan

Temuan-temuan bangunan kuno yang berasal dari era Majapahit itu menandakan bahwa kerajaan ini telah sangat maju dengan tatakelola kota yang luar biasa dan teknik arsitek yang maju dan terbaharukan.

Selain memiliki tatakelola kota dan bangunan yang mapan, Majapahit juga memiliki kekuatan militer yang sangat tangguh, dipersenjatai dengan alat perang yang sangat maju pada masanya. Seperti misalkan armada laut yang memiliki Jung Jawa yang tangguh dan besar serta dilengkapi dengan bedhil Gedhe atau cetbang yang merupakan meriam paling mutaakhir pada masanya. Terbukti disetiap ekspansi Majapahit nihil sekali mengalami kekalahan dalam perang. Tak heran bila imperium ini telah mencakup banyak negara dan wilayah.

Tak hanya disitu bahkan Majapahit juga memiliki ketatanegaraan dan struktur kepemerintahan yang sudah kompleks. Ada pembagian lembaga dengan jabatan dan kekuasaan tugas yang berbeda seperti Mahapatih, Rakyan Mahamantri Kartini, Rakyan Demung, Dharma-upapatti, Rakyan ri pakira-kiran, dan Dharmadyaksa.

Artinya Majapahit telah menerapkan konsep pemisahan kekuasaan jauh sebelum John Locke Dan Montesquie memproklamirkan teori pemisahan kekuasaannya.

Katakanlah misalnya dalam hal yudikatif, Majapahit telah memiliki lembaga Dharmadyaksa yang memiliki tugas dan wewenang untuk mengadili sengketa di masyarakat dengan menerapkan konsep asas legalitas jauh sebelum filsafat positivisme hukum mengkampanyekan konsep kodifikasi hukumnya pada abad ke 19. Hal ini dibuktikan dengan diterbitkannya kitab hukum yang dikodifikasi dalam kitab undang-undang Kutara Manawa pada abad ke 14 oleh Majapahit.

Baca juga: Karang Taruna Kecamatan Karangploso Bagikan Ribuan Takjil Gratis

Sehingga kesimpulan saya adalah bahwa Teori-teori hukum dan ketatanegaraan yang banyak dipakai pada abad moderen ini telah pernah diterapkan pada masa Majapahit jauh sebelum teori-teori itu lahir, sekalipun penerapannya tidaklah sama persis setidaknya konsep dasarnya telah pernah diterapkan oleh Majapahit seperti asas legalitas, pemisahan kekuasaan dan lain sebagainya.

Majapahit berada di puncak Piramida keemasannya pada saat dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk dan Gajahmada sebagai Mahapatih yang terkenal dengan Amukti Palapanya, yaitu doktrin persatuan yang diwarisinya dari Kertanegara yang disebutnya sebagai Mandala Dwipantara.

Disebutkan bahwa sampai pada masa kejayaannya Majapahit menguasai 98 kerajaan seperti di wilayah Yawadwipa, Swarnadwipa, Balidwipa, hingga wilayah Asia tenggara lainnya. Yang kesemuanya itu di himpun dalam 12 wilayah yang terdiri dari Kahuripan, Daha, Tumapel, Wengker, Marahun, Wirabumi, Paguhan, Kabalan, Pawanuan, Lasem, Pajang, dan Mataram yang masing-masing wilayah membawahi kerajaan-kerajaan taklukan diwilayahnya yang dikepalai oleh keluarga Majapahit sendiri yang berjuluk Bhre.

Sampai disitu, Nietzche Pernah berkata bahwa langkah maju kedepan adalah langkah menuju akhir. Tak ada yang mampu berdiri kokoh nan abadi Hatta kekuasaan Firaun sekalipun kecuali kekuasaan dan keraton Allah SWT. Sang hyang Tunggal.

Sepeninggal Hayam Wuruk, Majapahit mengalami kemunduran yang sangat signifikan, hal ini disebabkan terjadinya konflik internal keluarga kerajaan yang saling berseteru merebut siapa yang paling berhak memimpin Majapahit.

Baca juga: Fauzan Adzima Nahkodai HMI Cabang Padang Periode 2021-2022

Sehingga terjadilah dualisme kepemimpinan, Keraton Kulon yang dipimpin Wikramawardana dan keraton Wetan yang dipimpin Bhre Wirabumi.
Marwah Majapahit semakin menurun, hingga sampai pada puncak perseteruan meletusnya perang paregreg mulai tahun 1404-1406, perang inilah yang menjadi penyebab utama kemunduran Majapahit.

Bhre Wirabumi dan Wikramawardana seakan lupa lautan lupa daratan, seluruh hukum perang dilanggar demi mencapai kemenangan masing-masing. Bedhil Gedhe atau cetbang yang semenjak masa Gajahmada memimpin hanya dipergunakan di lautan dan haram hukumnya untuk digunakan di darat, kini Cetbang-Cetbang itu telah digunakan didaratan untuk menghancurkan dan membunuh dengan dahsyatnya.

Darah berceceran dimana-mana, banyak prajurit Majapahit yang frustrasi dan menyesal, cita-cita luhurnya bergabung dan berlatih militer untuk membela dan mempertahankan kejayaan Majapahit kini justeru dipergunakan untuk membunuh saudara dan kawan yang dulu satu angkatan militer dengannya menuju kehancuran Majapahit yang dibelanya.Diam-diam mereka banyak yang sembahyang memohon ampun kepada leluhur Majapahit dan Tuhan yang Esa atas perbuatannya tersebut.

Majapahit semakin memasuki masa keterpurukannya. Perang sudah usai, namun dampak perang ini tidak akan pernah usai, mulai dari kas negara yang habis, kekuatan militer melemah, public trust masyarakat dan negara sekawan telah menurun, hingga kerajaan bawahan yang susul-menyusul melepaskan diri dari Majapahit.

Majapahit, keagungan, kejayaan, kemasyhuran, dan kedigdayaannya tidak pernah bisa dipulihkan lagi oleh penerusnya. Bhatara yang Agung telah meninggalkan Majapahit, Sang Hyang Widhi sudah mencabut waranugrahanya, dan para leluhur sudah mencabut restunya dari Majapahit. Hingga rajanya yang terakhir Brawijaya V dikalahkan Oleh pueteranya sendiri Raden Patah penguasa Demak, Majapahit “Sirna Ilang Kertaning Bumi”. (*)

*)Penulis: Diyaul Hakki, Kader Rayon Al Hikam, Kemensospolkumham BEM Unisma 2021

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi Wartacakrawala.com

*)Opini di Wartacakrawala.com terbuka untuk umum

*)Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim

Total
0
Shares
0 Share
0 Tweet
0 Pin it
0 Share
0 Share
0 Share
0 Share
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Previous Post
Ketua terpilih, Fauzan Adzima HMI Cabang Padang Periode 2021-2022

Fauzan Adzima Nahkodai HMI Cabang Padang Periode 2021-2022

Next Post
Santunan Yatim Piatu yang diadakan Fatayat dan Muslimat NU Argotirto

Fatayat dan Muslimat NU Ranting Argotirto Gelar Santunan Anak Yatim dan dhuafa

Related Posts
Total
0
Share